BeritaPerbankan – Pencabutan izin usaha bank perekonomian rakyat (BPR) dan BPR Syariah (BPRS) terjadi setiap tahunnya. Namun yang berbeda, pada tahun 2024 yang baru berjalan empat bulan ini tercatat sudah ada 10 BPR/BPRS yang ditutup oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebagai perbandingan, pada tahun 2023 jumlah bank yang dicabut izin usahanya hanya sebanyak 4 bank.
Menanggapi hal ini, Sekretaris Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Dimas Yuliharto memastikan bahwa tidak ada dampak siginfikan dari penutupan 10 BPR/BPRS di awal tahun 2024 terhadap industri perbankan BPR maupun industri perbankan secara keseluruhan.
Dimas menegaskan bahwa saat ini terdapat lebih dari 1.600 BPR/BPRS yang masih beroperasi dalam kondisi yang sehat dan stabil. LPS juga mengapresiasi kinerja industri perbankan BPR yang dinilai mampu berinovasi dalam menjalankan bisnisnya.
Selain itu, Dimas memastikan semua bank yang beroperasi di Indonesia masuk dalam cakupan penjaminan LPS, di mana saat bank mengalami kebangkrutan atau dicabut izin usahanya, maka dana nasabah akan dibayarkan melalui program penjaminan simpanan, yang mana ini sudah dilakukan sejak tahun 2005.
Program penjaminan simpanan ini dinilai mampu memberikan ketenangan bagi nasabah yang terdampak serta menjaga stabilitas sistem keuangan nasional. Adanya lembaga penjamin simpanan membuat nasabah lebih tenang menyimpan uangnya di bank, bahkan dalam kondisi bank harus dilikuidasi. Nilai penjaminan yang diberikan LPS kepada nasabah hingga Rp2 miliar per nasabah per bank.
“Penutupan BPR ini bukan berarti nama BPR secara keseluruhan rusak. Banyak BPR yang berprestasi dengan berbagai inovasinya,” tandasnya.
LPS meminta nasabah tetap tenang jika bank tempat mereka menabung harus dicabut izin usahanya oleh otoritas pengawas. Dimas mengatakan, dari sisi pendanaan, LPS memiliki dana yang lebih dari cukup untuk membayar uang simpanan nasabah bank yang ditutup.
“LPS memiliki dana lebih dari cukup untuk menjamin dan membayar klaim simpanan nasabah,” jelasnya.
Data per April 2024, LPS tercatat memiliki aset dengan total nilai mencapai Rp224,66 triliun. Angka ini diprediksi masih akan terus tumbuh hingga akhir tahun 2024. Di sisi lain, sepanjang tahun 2024 berjalan, LPS telah membayarkan klaim penjaminan nasabah dari 10 bank yang ditutup dengan total simpanan nasabah mencapai Rp237 miliar kepada 42.248 nasabah.
“Proses pembayaran klaim berjalan lancar. Rata-rata, dalam waktu 7 hari kerja, simpanan nasabah sudah mulai dibayarkan,” ujar Dimas.
Dimas menjelaskan, penutupan sejumlah bank oleh OJK dilakukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Dia juga menekankan bahwa LPS telah dilengkapi dengan sistem deteksi dini (early warning system) dan terus meningkatkan koordinasi dengan OJK dalam mengawasi sektor perbankan.
Meskipun penutupan 10 BPR/BPRS di semester pertama tahun 2024 ini tidak berdampak signifikan terhadap industri perbankan, namun LPS terus berupaya melakukan langkah preventif bersama asosiasi BPR/BPRS yaitu Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo), melalui diskusi dan workshop, terutama berkaitan dengan tata kelola perusahaan yang baik.
“Ini untuk meningkatkan tata kelola BPR melalui berbagai diskusi dan workshop sehingga penutupan atau pencabutan izin usaha BPR ini tidak mesti terjadi. Sebagaimana diketahui mayoritas BPR ditutup karena persoalan minimnya tata kelola,” jelas Dimas.
Berikut adalah 10 BPR/BPRS yang dilikuidasi LPS di tahun 2024 (Januari-April):
BPR Wijaya Kusuma, Madiun
BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto, Mojokerto
BPR Usaha Madani Karya Mulia, Solo
BPR Bank Pasar Bhakti, Sidoarjo
BPR Bank Purworejo, Purworejo
BPR EDCCash, Tangerang
BPR Aceh Utara, Lhokseumawe
BPR Sembilan Mutiara, Pasaman
BPR Bali Artha Anugrah, Denpasar
BPRS Saka Dana Mulia, Kudus