BeritaPerbankan – Sejak 2005 hingga tahun 2024 berjalan, tercatat sebanyak 129 bank yang mengalami kebangkrutan di Indonesia. Data dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menunjukkan bahwa rata-rata terdapat 7 hingga 8 bank yang bangkrut setiap tahunnya di Indonesia.
Dalam penanganan bank gagal tersebut, LPS berhasil menyelamatkan triliunan dana nasabah perbankan. Meski demikian, LPS juga mencatat ada miliaran dana nasabah yang tidak bisa diselamatkan oleh LPS karena simpanan nasabah tidak memenuhi syarat dan ketentuan dalam program penjaminan simpanan.
Sepanjang tahun 2024, sebanyak 12 bank, yang seluruhnya adalah Bank Perekonomian Rakyat (BPR), dinyatakan bangkrut atau dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Beberapa bank yang mengalami kebangkrutan pada awal tahun 2024 ini antara lain BPR Bank Jepara Artha (Perseroda), PT BPR Dananta, BPRS Saka Dana Mulia, BPR Bali Artha Anugrah, BPR Sembilan Mutiara, BPR Aceh Utara, PT BPR EDCCASH, Perumda BPR Bank Purworejo, PT BPR Bank Pasar Bhakti, PT BPR Usaha Madani Karya Mulia, BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto (Perseroda) dan Koperasi BPR Wijaya Kusuma.
Merujuk pada data LPS, sejak tahun 2005 hingga sekarang terdapat 129 bank yang bangkrut. Sebagian besar bank yang bangkrut tersebut adalah BPR/BPRS, dengan satu pengecualian yaitu Bank Century, yang merupakan bank umum.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, mengungkapkan bahwa mayoritas kebangkrutan ini disebabkan oleh fraud dan mismanagement, bukan karena kondisi ekonomi yang buruk. Dalam menghadapi kebangkrutan bank, LPS berperan penting dalam menyelamatkan simpanan nasabah.
Sejak 2005 hingga 29 Februari 2024, LPS telah membayar klaim simpanan nasabah sekitar Rp2,23 triliun. Namun, masih ada sekitar Rp379 miliar yang tidak layak bayar, dengan Rp224 miliar di antaranya berasal dari simpanan nasabah BPR.
Purbaya menjelaskan, bahwa ada beberapa alasan mengapa simpanan nasabah dinyatakan tidak layak bayar oleh LPS. Salah satu alasan utamanya adalah nasabah menerima bunga simpanan yang melebihi tingkat bunga penjaminan yang ditetapkan oleh LPS.
Tingkat bunga penjaminan LPS untuk periode 1 Juni hingga 30 September 2024 adalah 4,25% untuk simpanan rupiah di bank umum, valuta asing (valas) 2,25%, dan untuk simpanan di BPR adalah 6,75%. LPS terus berupaya memastikan bahwa bank dan nasabah tidak memberikan atau menerima bunga yang melebihi tingkat bunga penjaminan.
Selain itu, LPS mencatat masih banyak nasabah yang menyimpan dana di bank dengan jumlah nominal di atas Rp2 miliar, sedangkan LPS hanya menjamin simpanan hingga Rp2 miliar per nasabah per bank. Alasan lain simpanan tidak layak bayar adalah karena tidak tercatat dalam pembukuan bank. LPS sering melakukan sosialisasi untuk memastikan bahwa aliran dana harus tercatat dengan benar, terutama di daerah pedesaan di mana nasabah seringkali menitipkan tabungan tanpa pencatatan yang tepat.
Lebih lanjut, simpanan nasabah juga dinyatakan tidak layak bayar jika nasabah memiliki riwayat kredit macet. LPS menetapkan syarat klaim simpanan bahwa nasabah tidak boleh melakukan tindakan yang merugikan bank, seperti memiliki kredit macet atau melakukan tindak pidana perbankan lainnya.
Program penjaminan simpanan LPS ini bertujuan untuk memastikan stabilitas sistem perbankan dan melindungi dana nasabah. Dengan memahami batas maksimal pengembalian dana nasabah jika bank mengalami kebangkrutan, diharapkan nasabah dapat lebih bijak dalam mengelola simpanan mereka dengan memilih produk simpanan yang sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku, agar dana nasabah tetap aman apabila bank mengalami kebangkrutan.