BeritaPerbankan – Sepanjang tahun 2024 berjalan, terdapat 12 bank perekonomian rakyat (BPR) yang dibubarkan dan harus dilikuidasi oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Menanggapi fenomena tutupnya belasan BPR ini, Anggota Dewan Komisioner LPS Bidang Program Penjaminan Simpanan dan Resolusi Bank, Didik Madiyono, mengatakan bahwa hal ini tidak mencerminkan kondisi industri perbankan secara umum.
Didik mengungkapkan bangkrutnya 12 BPR sejak Januari hingga Mei 2024 bukan disebabkan oleh menurunnya kinerja keuangan industri perbankan maupun permasalahan ekonomi nasional, melainkan adanya perubahan aturan resolusi bank, sehingga pada paruh pertama tahun 2024 ini banyak bank yang diserahkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kepada LPS untuk ditangani.
Selain itu, berdasarkan pengamatan LPS, penyebab utama likuidasi sejumlah bank itu adalah kesalahan dalam tata kelola usaha perusahaan dan adanya indikasi tindakan kriminal perbankan seperti fraud yang dilakukan oleh oknum pemilik maupun pengurus bank.
Didik menambahkan bahwa jumlah bank yang dilikuidasi tahun 2024 ini merupakan yang tertinggi kedua sejak LPS didirikan pada tahun 2005. Rekor likuidasi tertinggi terjadi pada tahun 2011, di mana 15 BPR harus ditutup dan klaim nasabah telah selesai ditangani.
“Tahun lalu, penanganan terhadap klaim penjaminan mencapai 4 BPR. Sedangkan, tahun sebelumnya hanya ada satu,’’ paparnya.
Didik menjelaskan bahwa perubahan mekanisme dalam menangani bank bermasalah terjadi seiring dengan penetapan UU Nomor 4 Tahun 2023 yang mengharuskan LPS untuk terlibat lebih awal dalam resolusi bank bermasalah.
Sebelumnya, OJK memiliki wewenang untuk memasukkan BPR ke dalam kategori Bank Dalam Pengawasan Intensif (BDPI) selama satu tahun, dengan perpanjangan satu kali. Jika tidak ditemukan solusi, maka BPR tersebut dimasukkan ke dalam kategori Bank Dalam Pengawasan Khusus (BDPK) selama tiga bulan. Setelah semua masa pengawasan selesai dan jika bank tetap tidak bisa diselamatkan, barulah OJK menyerahkan bank tersebut kepada LPS untuk dilikuidasi.
Dengan perubahan aturan ini, proses resolusi bank menjadi lebih cepat dan efisien. LPS memiliki kewenangan untuk mengambil langkah resolusi tanpa harus menunggu tahap pengawasan dari OJK. Ini bertujuan untuk meningkatkan stabilitas dan kepercayaan dalam sistem perbankan, serta memastikan bahwa bank yang tidak dapat diselamatkan segera ditangani untuk melindungi dana nasabah dan menjaga kesehatan industri perbankan secara keseluruhan.
“Itu artinya, BPR biasanya dua tahun punya waktu dua tahun tiga bulan sebelum diserahkan ke kami. Tapi, pada aturan baru BPR hanya bisa diawasi OJK selama 12 bulan setelah itu harus diserahkan ke kami,’’ jelasnya.
Lebih lanjut, LPS menjelaskan, dengan diterapkannya aturan baru itu, OJK menyerahkan BPR yang masa pengawasannya sudah lebih dari 12 bulan, untuk kemudian ditangani oleh LPS. Dalam proses resolusi, LPS telah berupaya menyelematkan BPR tersebut melalui skema bridge bank, purchase and assumption, penyertaan modal sementara, dan pengambilalihan oleh investor.
LPS mengakui bahwa pengambilalihan bank bermasalah ternyata cukup sulit. Dari delapan BPR, hanya empat yang berhasil mendapatkan investor, dan perjalannya, hanya satu bank yang berhasil mendapatkan investor dan sisanya harus dilikuidasi.
“Satu kasus ini berhasil karena investornya juga sebenarnya mempunyai piutang yang jauh lebih besar daripada kebutuhan untuk bertahan. Saya tak bisa terlalu banyak cerita karena masih on progres juga,’’ jelasnya.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, memprediksi akan ada 12 BPR ditutup sepanjang tahun 2024, dengan anggaran yang telah dipersiapkan sebesar Rp 1,2 triliun. Namun, hingga saat ini, klaim yang terealisasi baru mencapai Rp 440 miliar. Ini artinya LPS masih memiliki anggaran yang cukup longgar untuk mengantisipasi adanya tambahan kebutuhan klaim penjaminan simpanan nasabah.
Di sisi lain, LPS saat ini memiliki aset senilai Rp 225 triliun. Dengan demikian, dia memastikan tidak akan ada masalah dalam menjamin tabungan nasabah di Indonesia, sepanjang tabungan tersebut tercatat di bank, tidak melebihi acuan suku bunga penjaminan, dan tidak terlibat dalam penipuan yang merugikan bank. LPS siap membayarkan jaminan simpanan kepada nasabah bank yang dilikuidasi hingga Rp2 miliar per nasabah per bank.