BeritaPerbankan – Sepanjang tahun 2024 berjalan, total sudah ada 15 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan BPR Syariah (BPRS) yang mengalami kebangkrutan hingga harus ditutup izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Menanggapi hal ini, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bergerak cepat dengan membayarkan simpanan nasabah melalui program penjaminan simpanan.
Anggota Dewan Komisioner LPS, Bidang Program Penjaminan Simpanan dan Resolusi Bank, Didik Madiyono, mengungkapkan bahwa jumlah dana yang telah dikeluarkan LPS mencapai Rp899,37 miliar untuk 108.288 rekening nasabah. Dari hasil rekonsiliasi dan verifikasi LPS, sebanyak 99,23 persen atau setara dengan 107.457 rekening dinyatakan layak untuk menerima pembayaran klaim. Total simpanan yang layak dibayar tercatat sebesar Rp719,37 miliar.
“Sampai saat ini, LPS telah menyalurkan dana sebesar Rp658,79 miliar untuk pembayaran simpanan yang layak tersebut,” kata Didik.
Didik menambahkan bahwa dari total simpanan layak bayar sebesar Rp719 miliar, LPS telah melakukan pembayaran secara bertahap. Proses verifikasi data nasabah juga dilakukan secara bertahap hingga 90 hari kerja, terhitung sejak tanggal bank dicabut izin usahanya. Ia meminta nasabah yang belum masuk dalam daftar simpanan layak bayar untuk tetap tenang dan sabar menunggu proses ini selesai hingga akhir.
LPS juga membuka ruang bagi nasabah yang masuk dalam daftar tidak layak bayar, untuk mengajukan keberatan dengan menunjukkan bukti-bukti yang diperlukan. Jika nasabah tidak puas dengan hasil penilaian LPS, maka nasabah dipersilakan menempuh jalur hukum di pengadilan.
Selain menangani pembayaran klaim, LPS juga tengah merencanakan langkah strategis untuk memperkuat daya saing BPR. Salah satunya adalah dengan mengembangkan program percontohan (pilot project) penerapan sistem teknologi informasi (IT) untuk 100 BPR yang terpilih, yang diharapkan dapat mulai diterapkan pada tahun 2025.
Menurut Didik, program ini dirancang untuk meningkatkan daya saing BPR, terutama dalam bersaing dengan bank umum dan platform pinjaman daring (financial technology/fintech). Studi untuk program ini telah dilakukan, dan pengadaan perangkat keras (hardware) dijadwalkan mulai diimplementasikan pada 2025.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, juga menyampaikan bahwa LPS berencana mengembangkan pelatihan manajemen jarak jauh untuk meningkatkan kompetensi manajemen BPR, sebagai bagian dari upaya LPS dalam memperkuat daya saing perbankan BPR di industri keuangan tanah air.
“Program ini merupakan bagian dari upaya LPS untuk memperkuat kemampuan manajemen BPR agar lebih siap menghadapi tantangan di industri keuangan yang terus berkembang,” jelas Purbaya.
Hingga Agustus 2024, LPS telah menjamin 99,78 persen dari total rekening nasabah BPR dan BPRS, yang setara dengan 15,81 juta rekening. Di sisi lain, LPS juga mencatat bahwa jumlah rekening nasabah bank umum yang dijamin mencapai 99,27 persen atau sekitar 592,42 juta rekening.
Purbaya menambahkan bahwa cakupan jaminan simpanan ini berada di atas ketentuan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS, yang menetapkan minimal 90 persen simpanan nasabah harus dijamin. Selain itu, angka tersebut juga melampaui rata-rata jaminan simpanan negara-negara anggota International Association of Deposit Insurers (IADI), yang berada di level 80 persen.
Berikut ini adalah daftar 15 BPR dan BPRS yang mengalami kebangkrutan hingga September 2024:
1. BPR Nature Primadana Capital (Bogor)
2. BPR Wijaya Kusuma (Madiun)
3. BPRS Mojo Artho (Mojokerto)
4. BPR Usaha Madani Karya Mulia (Surakarta)
5. BPR Pasar Bhakti (Sidoarjo)
6. BPR Purworejo (Purworejo)
7. BPR EDC Cash (Tangerang)
8. BPR Aceh Utara (Aceh Utara)
9. BPR Sembilan Mutiara (Pasaman Barat)
10. BPR Bali Artha Anugrah (Bali)
11. BPRS Saka Dana Mulia (Kudus)
12. BPR Dananta (Kudus)
13. BPR Bank Jepara Artha (Jepara)
14. BPR Lubuk Raya Mandiri (Padang)
15. BPR Sumber Artha Waru Agung (Sidoarjo)