BeritaPerbankan – Laporan yang dibuat CORE Indonesia meramalkan konsumsi rumah tanggal Indonesia tahun depan akan tetap tumbuh kuat. Salah satunya disokong momentum tahun politik tahun depan. Adanya dorongan belanja politik menjelang pemilihan presiden dan pemilihan umum legislatif.
CORE Indonesia memperkirakan konsumsi rumah tangga tahun 2023 secara agregat akan melampaui level pra pandemi. Namun pertumbuhannya berpotensi melambat marginal secara year to year (yoy).
Mobilitas penduduk di tahun depan akan berangsur normal. Terlebih Presiden Joko Widodo telah memberi sinyal pencabutan kebijakan Permberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Selain belanja politik, faktor pendorong konsumsi rumah tangga tetap tumbuh yakni pandemi yang relatif bisa dikendalikan pemerintah. Termasuk tingkat inflasi yang lebih rendah.
Hanya saja, konsumsi rumah tangga ini juga berpotensi terganggu karena pelemahan permintaan global dan rencana normalisasi kebijakan fiskal dan moneter di tahun depan.
Sebagai informasi, sepanjang tahun 2022 konsumsi rumah tangga terus mengalami perbaikan. Pada kuartal I-2022 konsumsi rumah tangga tercatat 4,34 persen (yoy), kuartal II tumbuh 5,51 persen (yoy) dan di kuartal III tumbuhh 5,39 persen (yoy). Semetara itu, di kuartall IV Segara Institute memprediksi konsumsi rumah tangga tetap tumbuh di atas 5 persen.
Di tengah ketidakpastian yang masih menyelimuti perekonomian dan ancaman resesi global, pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang triwulan III 2022 yang naik hingga 5,72 persen secara year on year layak diapresiasi.
Namun di balik itu, ada satu hal yang patut dicermati, yakni melemahnya konsumsi rumah tangga yang merupakan mesin pendorong ekonomi Indonesia.
Praktisi bisnis yang juga founder IndoSterling Group William Henley mengatakan, postur perekonomian Indonesia yang ditopang oleh konsumsi rumah tangga menjadi benteng kuat yang melindungi Indonesia dari risiko ancaman resesi global.
Data BPS menunjukkan, dibanding triwulan II 2022, kinerja seluruh komponen pengeluaran pada triwulan III 2022 mencatat kenaikan, kecuali pada komponen konsumsi rumah tangga yang justru mengalami kontraksi atau turun 0,30 persen.
Menurut William, penurunan konsumsi rumah tangga erat kaitannya dengan dampak kenaikan harga BBM pada awal September 2022 yang kemudian mendorong inflasi dan menggerus daya beli masyarakat.
Karena itu, tantangan saat ini adalah bagaimana mengendalikan inflasi bahan pangan dan menjaga daya beli masyarakat. Misalnya, melalui operasi pasar, serta peningkatan efektivitas penyaluran program bantuan sosial untuk menopang daya beli kelompok masyarakat rentan.