BeritaPerbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyebut sektor keuangan nasional di tahun 2023 akan menghadapi berbagai tantangan. Setidaknya ada 4 tantangan besar bagi sektor keuangan di tahun depan, yang diprediksi para pengamat akan menjadi tahun yang cukup sulit.
Pertama tantangan global dipicu oleh konflik Ukraina dan Rusia, laju inflasi di sejumlah negara yang terus meningkat dan kenaikan suku bunga acuan sejumlah bank sentral dunia.
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan sejumlah lembaga internasional memprediksi pertumbuhan ekonomi global di tahun 2023 berada di kisaran 2,8 persen hingga 3 persen. Padahal pertumbuhan ekonomi dunia di tahun 2022 mampu tumbuh hingga 3,2 persen.
Stagflasi sangat mungkin terjadi jika tren perlambatan ekonomi ditambah dengan kenaikan berbagai harga barang di banyak negara terus terjadi.
Kedua adalah persoalan literasi keuangan masyarakat Indonesia yang masih relatif rendah. Merujuk pada data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukan bahwa indeks inklusi keuangan nasional mencapai 76,19 persen sedangkan indeks literasi keuangan masih tertinggal jauh hanya di level 38,08 persen.
“Sebanyak tujuh dari 10 masyarakat Indonesia telah memiliki akses kepada produk dan jasa keuangan, namun hanya empat dari 10 orang yang memahami apa itu produk dan jasa keuangan artinya terdapat gap yang signifikan antara inklusi dengan literasi keuangan nasional,” ucapnya.
Ketiga adalah tantangan digitalisasi. Perkembangan dunia digital sudah masuk ke berbagai sektor termasuk sektor keuangan. Berbagai layanan keuangan digital yang mempermudah masyarakat dan meningkatkan nilai bisnis korporasi, harus dihadapkan pada realitas timbulnya ragam kejahatan siber.
Kejahatan siber seringkali memakan korban yang tidak memiliki literasi keuangan yang baik. Oleh sebab itu literasi keuangan digital harus dibenahi agar meminimalisir kerugian bagi masyarakat.
“Kita mengetahui bahwa kian hari risiko cyber security akan meningkat, apalagi masyarakat tidak memiliki literasi tinggi secara digital kasus-kasus seperti scamming, phising, ransomware dan kejahatan-kejahatan keuangan lain melalui cyber,” ungkap Purbaya.
Transformasi menuju era digital di sektor keuangan harus didukung oleh sistem informasi dan infrastruktur digital yang kuat dan aman sehingga mampu mencegah terjadinya kasus kejahatan siber.
Keempat yaitu pendalaman pasar keuangan di tanah air masih tertinggal jauh dari negara tetangga. Purbaya menjelaskan nilai investasi pasar modal di Indonesia pada tahun 2020 berada di 46,9 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Sementara negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Filipina dan Thailand sudah mencapai level 108,7 persen dan Malaysia lebih tinggi lagi yaitu 129,5 persen.
Meningkatkan nilai investasi di pasar modal harus dilakukan untuk membiayai program pembangunan nasional dan mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap modal asing.
Dari sisi rasio finansial sistem deposit pada tahun 2021 Indonesia tergolong rendah yaitu 41,2 persen per PDB. Sedangkan Filipina, Malaysia dan Thailand unggul jauh masing-masing yaitu 77,7 persen, 122,6 persen dan 135,6 persen.