BeritaPerbankan – Pembentukan Lembaga Penjamin Polis (LPP) masih dalam tahap pembahasan terutama masalah teknis. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) beberapa waktu lalu sempat mengatakan kehadiran LPP sangat dibutuhkan dalam kondisi mendesak seperti sekarang ini, yang mana kasus terkait asuransi terus bermunculan.
Sempat muncul wacana Lembaga Penjamin Polis (LPP) akan melekat pada fungsi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang sudah lebih dulu terbentuk untuk menjamin simpanan nasabah perbankan.
Akan tetapi para pelaku industri asuransi menghendaki pembentukan lembaga baru yang berfungsi secara khusus menjamin polis asuransi di luar fungsi LPS.
Gagasan pembentukan LPP sendiri sudah terdengar sejak tahun 2010, lalu diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. Seharusnya LPP sudah terbentuk setidaknya 3 tahun setelah undang-undang diterbitkan namun hingga tahun 2022 otoritas terkait dan pemerintah masih melakukan pembahasan dan diskusi isu-isu teknis.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu mengatakan perlu dibentuk lembaga baru yang khusus menjamin polis asuransi karena secara konsep antara lembaga penjamin polis dan LPS berbeda.
Togar menambahkan di industri asuransi terdapat produk asuransi yang risikonya tidak ditanggung oleh perusahaan asuransi melainkan pemegang polis itu sendiri. Sementara di industri perbankan jika bank ditutup izin usahanya dan simpanan nasabah sesuai dengan syarat 3T LPS maka otomatis saldo rekening akan dikembalikan maksimal Rp 2 miliar per nasabah per bank.
“Kami sudah melakukan kajian dan diskusi dengan Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan [OJK], yang jelas konsep lembaga penjamin polis sangat berbeda dengan LPS karena kalau di asuransi jiwa, contoh unit linked itu tidak dijamin lembaga penjamin polis karena investasi itu risikonya ada di pemegang polis, bukan di perusahaan,” kata Togar dalam sebuah webinar, Kamis (16/6/2022).
Asosiasi masih terus berkomunikasi dengan pemerintah membahas besaran iuran (premi) yang harus dibayarkan perusahaan asuransi kepada lembaga penjamin polis.
“Perlu dikaji juga tentang besaran premi yang harus dibayarkan ke lembaga ini, kan setiap anggota harus bayar iuran. Ini sedang dalam kajian seperti apa hitung-hitungannya,” ujar Togar.
Togar optimis LPP akan segera terbentuk, terlebih pembahasannya sudah masuk dalam RUU P2SK. Hal itu senada dengan harapan OJK yang berharap lembaga penjamin polis segera terbentuk di tengah kondisi yang mendesak ini.
Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2A OJK Ahmad Nasrullah mengatakan untuk membentuk LPP perlu payung hukum yang jelas yang menjadi kewenangan pemerintah dan DPR.
OJK mengakui proses pembentukan lembaga Penjamin polis memang cukup panjang dan rumit karena harapan yang tinggi untuk menyiapkan lembaga yang sesuai dengan ekspektasi bersama.
“Ini masih dibahas di tingkat kementerian. Harapan kami ini bisa segera direalisasi. Bahwa ada isu-isu teknis yang masih dibahas, mengenai kelembagaan, teknik operasional, itu rasanya sah-sah saja karena kami ingin kami menyiapkan suatu bentuk lembaga yang kira-kira nanti sesuai ekspektasi kita bersama,” ujar Nasrullah, Kamis (27/1/2022).