BeritaPerbankan – Fenomena PHK besar-besaran bukan hanya perlu dikhawatirkan oleh pegawai startup saja, tetapi juga di pegawai perusahaan konvensional. Meskipun fenomena ini telah terjadi di perusahaan startup seperti LinkAja, Zenius Education, OYO, Traveloka, JD.ID, Grab, Gojek, TaniHub, UangTeman, Fabelio.
Hal itu disebut-sebut ada kaitannya dengan fenomena ledakan gelembung atau bubble burst yang terjadi di startup. Sesuai namanya, bubble burst bisa dikatakan adalah fenomena pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan nilai pasar naik sangat cepat, terutama pada nilai aset. Tapi juga diiringi penurunan yang cepat.
“Pasti ke depan startup akan mulai banyak PHK, baik dalam skala kecil maupun besar,” ujar Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi. Menurutnya, jika sampai dua tahun ke depan para startup tersebut tidak bisa berkembang, maka startup dipastikan akan gugur.
Dia berharap pemerintah bisa turun tangan menyelidiki fenomena ini agar sejalan dengan target pemerintah memiliki 25 unicorn di 2024. “Jadi, satu hingga dua tahun ke depan merupakan masa krusial bagi para startup,” tambahnya.
Penjelasan ahli Pakar Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Eddy Junarsin mengatakan, bisnis startup merupakan binis yang saat ini digandrungi oleh Generasi Z. Bisnis startup semakin menjamur di Indonesia lantaran dukungan kemajuan teknologi yang pesat. Kendati demikian, bisnis ini memang memiliki risiko yang tinggi. “Iya memang risiko bisnis semakin volatile di zaman digital ini,” ujarnya. Namun, perkembangan bisnis startup ini berpotensi kolaps ketika pemintaan pasar menurun dan tren berubah. “Jadi sebenarnya orang-orang yang bekerja di dunia startup itu memang harus siap untuk pindah kapan pun sebetulnya karena risikonya tinggi,” kata dia.
Beberapa faktor penyebabnya:
- Kondisi pandemi Tidak bisa dipungkiri bahwa wabah pandemi Covid-19 sangat berdampak bagi industri startup. Bahkan, sejumlah startup mengalami kesulitan pendanaan akibat pandemi ini. Kendati pengguna internet mengalami lonjakan selama pandemi, namun hal tersebut tidak berdampak bagi sebagian startup.
- Kenaikan suku bunga. Kenaikan tingkat suku bunga di berbagai negara juga menjadi faktor sebuah perusahaan startup memutus hubungan kerja ratusan karyawannya. Secara makro kenaikan tingkat suku bunga di berbagai negara membuat investor mencari aset yang lebih aman, imbasnya saham startup teknologi dianggap high risk.
- Peta persaingan startup. Kalau e-commerce ada top tiga pemain, maka pemain kecil akan kalah bersaing. Peristiwa ini mengulang tech bubble pada 2001. Ujungnya, hanya akan tersisa pemenang yang memang bisnis modelnya mampu teruji. Dulu ada Amazon, E-bay yang lolos ujian dotcom bubble, dan sekarang waktunya startup di Indonesia diuji oleh pasar.