BeritaPerbankan – Ancaman resesi global tahun 2023 terus menggema menjelang akhir tahun 2022. Krisis keuangan, pangan, energi dan tekanan inflasi global membuat dunia diselimuti ketidakpastian hingga diprediksi akan terjadi resesi di tahun 2023.
Sejumlah lembaga internasional bahkan sudah memprediksi pertumbuhan ekonomi global di tahun 2023 akan melambat dibandingkan tahun 2022. Di tengah kondisi krisis, pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2023 diperkirakan hanya mampu tumbuh 2,3 persen hingga 2,9 persen. Sedangkan tahun 2022 pertumbuhan ekonomi mampu mencapai 2,8 persen hingga 3,2 persen.
Meski kondisi ekonomi global diperkirakan akan lesu di tahun depan, namun dampak resesi global tidak akan banyak mempengaruhi perekonomian Indonesia.
Asian Development Bank (ADB) memproyeksikan Indonesia sebagai salah satu negara yang akan terhindar dari resesi. Meskipun ADB pada September lalu menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 dari 5,2 persen menjadi 5 persen, namun hal itu tidak akan membawa Indonesia ke jurang resesi.
ADB menyebutkan kinerja ekspor Indonesia memang berpotensi terganggu dengan kondisi ekonomi global namun kinerja perekonomian nasional masih relatif stabil ditunjang oleh kegiatan pemulihan ekonomi nasional yang semakin gencar dilakukan.
Senada dengan apa yang disampaikan ADB, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Airlangga Hartarto optimis Indonesia dapat menghadapi ancaman resesi global di tahun 2023.
Pemerintah telah menyiapkan sejumlah langkah penting untuk mempersiapkan diri menghadapi gejolak ekonomi global.
Mengutip dari siaran pers Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada 18 Oktober 2022, Airlangga Hartarto mengatakan Pemerintah telah mengambil langkah penguatan ekonomi nasional untuk mengantisipasi gangguan krisis global terhadap agenda pemulihan ekonomi nasional.
Airlangga mengatakan Indonesia merupakan sumber pertumbuhan ekonomi di kawasan regional ASEAN. Pertumbuhan ekonomi ASEAN diprediksi akan berada di level 4,9 persen di tahun 2023.
“Tentunya Indonesia ada faktor positif berada di lingkup ASEAN, dimana pertumbuhan ekonomi ASEAN diperkirakan sebesar 4,9%. Di regional, kita ini masih ada pertumbuhan sehingga tentu di Indonesia menjadi sumber pertumbuhan ke depan,” ungkap Menko Airlangga Hartarto.
Menko Airlangga menyampaikan upaya pengendalian inflasi membuahkan hasil yang cukup baik yaitu 5,9 persen. Untuk mempersiapkan diri menghadapi ancaman resesi global Airlangga telah menyiapkan langkah strategis untuk mengendalikan laju inflasi.
Pemerintah telah mendorong kolaborasi antara Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).
Lalu Optimalisasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik untuk menjaga ketahanan pangan. Sementara itu untuk membantu pembiayaan sektor transportasi dan perlindungan sosial akan memanfaatkan Dana Transfer Umum (DTU) sebanyak 2 persen.
Selain itu Pemerintah juga terus berupaya menjaga stabilitas harga kebutuhan di dalam negeri agar tetap terjangkau dengan stok yang cukup.
Pemerintah telah mengeluarkan dana bantuan dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) senilai Rp 12,4 triliun, Bantuan Subsidi Upah (BSU) untuk 16 juta pekerja sebesar Rp 9,6 triliun.
Untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi nasional agar tetap berada di level 5,2 persen atau setidaknya di atas 5 persen di tahun 2023, Airlangga telah mempersiapkan dana bantalan.
Krisis pangan yang melanda sejumlah negara di dunia dipastikan tidak akan terjadi di Indonesia, sebab menurut Airlangga ketahanan pangan Indonesia masih cukup kuat.
Airlangga menambahkan dalam tiga tahun terakhir ini Indonesia tidak lagi mengimpor beras dan jagung, bahkan surplus.
Meski demikian Pemerintah akan tetap memprioritaskan ketahanan pangan dengan memastikan ketersediaan bahan pangan yang cukup dan harga pangan yang terjangkau.