Beritaperbankan – Aliran modal asing yang kabur meninggalkan pasar keuangan domestik dalam satu pekan terakhir, menurut data Bank Indonesia (BI) tercatat mencapai sebesar Rp1,68 triliun. Rinciannya, aliran modal asing yang keluar itu berasal dari jual neto (net buy) di pasar Surat Berharga Negara (SBN) sekitar Rp2,93 triliun dan beli neto di pasar saham sebesar Rp1,25 triliun.
“Berdasarkan data transaksi 3-6 Januari 2022, nonresiden di pasar keuangan domestik jual neto Rp1,68 triliun terdiri dari jual neto di pasar SBN sebesar Rp2,93 triliun dan beli neto di pasar saham sebesar Rp1,25 triliun,” kata Direktur Eksekutif sekaligus Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono.
Selanjutnya, tingkat premi risiko Credit Default Swaps (CDS) Indonesia lima tahun naik ke level dari 73,55 basis poin (bps) menjadi 77,27 bps per 6 Januari 2022. Sementara, tingkat imbal hasil (yield) SBN bertenor 10 tahun pada Kamis sore naik ke level 6,37 persen. Kenaikan juga terjadi pada yield surat utang AS US Treasury 10 tahun ke level 1,72 persen.
“BI akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait untuk memonitor secara cermat dinamika penyebaran covid-19 dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia dari waktu ke waktu,” tandasnya.
Sementara itu pada akhir 2021, Menteri Keuangan atau Menkeu Sri Mulyani sempat mengingatkan, kondisi global dinilai masih sangat tak menentu dipengaruhi oleh pandemi Covid-19, sentimen kebijakan Amerika Serikat (AS), hingga dampak krisis energi Eropa. Menkeu Sri Mulyani mengatakan, dinamika perekonomian global ini membawa risiko disrupsi suplai dan aliran modal.
Bagi Indonesia, kata Sri Mulyani, hal ini bisa menyebabkan modal asing kabur dan menekan nilai tukar rupiah. “Ini perlu diwaspadai karena dampaknya ke seluruh dunia, termasuk Indonesia,” kata Sri Mulyani melalui siaran secara virtual akhir November lalu.
Menurutnya, negara-negara maju tengah berada dalam pilihan yang sulit. Negara-negara maju mengalami kenaikan inflasi didorong kenaikan harga komoditas. Beberapa negara, kata Sri Mulyani, juga menaikkan defisit keuangan negaranya. “Dalam proses pemulihan ini lingkungan global tidak statis, dinamis, atau cenderung volatil,” ujar Mantan Direktur Bank Dunia tersebut.