Berita Perbankan – Total aset Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada tahun 2023 tercatat mencapai Rp210 triliun. Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan harta yang dimiliki LPS saat ini sangat memadai untuk mengatasi bank-bank bermasalah.
“Cukuplah menjaga sistem, untuk menalangi kalau ada bank-bank bermasalah,” katanya.
Sepanjang tahun 2023 terdapat tiga bank yang berhenti beroperasi atau dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yaitu BPR Bagong Inti Marga di Jawa Timur yang memiliki 2.907 nasabah dengan total simpanan sebesar Rp13,6 miliar. Lalu, BPR Karya Remaja Indramayu (KRI) memiliki 25 ribu nasabah dengan total simpanan mencapai Rp285 miliar. Terakhir BPR Indotama UKM Sulawesi di Kota Makassar yang ditutup pada 15 November 2023. Saat ini LPS masih melakukan proses rekonsiliasi dan verifikasi serta melakukan likuidasi terhadap bank yang diketahui sudah lama tak beroperasi ini.
LPS menyatakan bahwa izin BPR Indotama UKM Sulawesi dicabut karena pemiliknya memutuskan untuk menghentikan operasional bank tersebut. Bahkan, BPR tersebut telah lama tidak aktif, tidak memiliki simpanan, dan tidak melakukan penyaluran kredit.
“BPR Indotama UKM Sulawesi dicabut ijin usahanya oleh OJK dan diresolusi oleh LPS karena pemegang saham tidak lagi memiliki komitmen untuk menjalankan bisnis BPR,” kata Sekretaris LPS Dimas Yuliharto.
Pencabutan izin operasional BPR Indotama UKM Sulawesi, menambah jumlah BPR yang mengalami kebangkrutan sepanjang tahun 2023 menjadi 3 bank. Angka ini masih berada di bawah rata-rata BPR yang mengalami kegagalan, berdasarkan data LPS yang mencatat rata-rata 6-7 BPR gulung tikar setiap tahun dalam 17 tahun terakhir. Purbaya menyoroti bahwa tata kelola bisnis bank yang kurang memadai menjadi penyebab utama dari fenomena kebangkrutan BPR.
Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), terjadi penurunan jumlah BPR dari 1.506 pada tahun 2020 menjadi 1.412 pada Agustus 2023.
Ditinjau dari besaran asetnya, terdapat 4 BPR dengan aset di bawah Rp1 miliar, 25 BPR dengan aset Rp1-5 miliar, 70 BPR dengan aset Rp5-10 miliar, dan 1.313 BPR dengan aset di atas Rp10 miliar.
OJK mencatat penyaluran kredit BPR mencapai Rp137,48 triliun pada Agustus 2023, mengalami peningkatan sebanyak 9,88% secara year on year (yoy). Dana aktiva antar BPR mencapai Rp44,24 triliun pada periode yang sama.
Seiring dengan meningkatnya peran intermediasi BPR, terjadi peningkatan tingkat risiko kredit atau non-performing loan (NPL) menjadi 10,13% pada Agustus 2022 dari 7,22% pada tahun 2020.
Dana pihak ketiga (DPK) BPR mencapai Rp134 triliun pada Agustus 2023, menunjukkan pertumbuhan sebanyak 9,2% yoy. Rasio pinjaman terhadap simpanan juga mencapai 77,03%.
Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan bahwa selain akibat praktik tata kelola yang kurang baik, penurunan jumlah BPR juga merupakan hasil dari proses konsolidasi yang direncanakan dan didorong oleh OJK.
Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, menyampaikan bahwa berdasarkan analisis yang dilakukan oleh otoritas, dalam kurun waktu 5 tahun ke depan, jumlah BPR diperkirakan akan mengalami penurunan lebih dari 400 entitas. Oleh karena itu, perkiraan menyebutkan bahwa pada tahun 2027 kemungkinan hanya akan tersisa sekitar 1.000 BPR.