Berita Perbankan – Purbaya Yudhi Sadewa, Ketua Dewan Komisioner (DK) Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), mengungkapkan bahwa total pendapatan LPS dalam enam bulan terakhir mencapai sekitar Rp 13,3 triliun. Pendapatan tersebut berasal dari pembayaran premi penjaminan simpanan perbankan sebesar Rp 8 triliun sepanjang Semester I Tahun 2023 dan keuntungan investasi Rp 5,2 triliun.
Purbaya menjelaskan pendapatan LPS setiap tahunnya mengalami tren kenaikan sebanyak 15 persen sehingga diprediksi kekayaan LPS hingga akhir tahun 2023 mampu menembus angka Rp 215 triliun.
Pertumbuhan pendapatan yang signifikan ini juga mencerminkan keberhasilan strategi investasi LPS yang berhasil mengoptimalkan investasinya dan memperoleh pendapatan yang cukup besar dari aktivitas tersebut. Pendapatan dari investasi sebesar Rp 5,2 triliun merupakan bukti nyata bahwa LPS dapat memanfaatkan dana yang mereka kelola dengan bijaksana, sehingga mampu memberikan manfaat yang signifikan bagi ekonomi nasional.
Kekayaan LPS yang terus meroket berdampak positif pada kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut dan industri perbankan secara umum. Dalam situasi perbankan mengalami gagal bayar, maka LPS memiliki dana yang cukup untuk membayar klaim penjaminan simpanan nasabah.
“Kalau dari tahun ke tahun biasanya kita tumbuh 15%. Kalau itu kita terjadi tahun ini, maka akhir tahun ini uang LPS sudah meningkat menjadi sekitar Rp 215 triliun. Jadi LPS kaya. Saya makin banyak uang yang bisa dipakai untuk penjamin uang anda di bank,” ujarnya.
Pencapaian tersebut melanjutkan tren positif kinerja keuangan LPS sepanjang tahun 2022. LPS memperoleh surplus pendapatan sebesar Rp 27,45 triliun, atau sekitar 102,44% dari target yang ditetapkan sebesar Rp 26,80 triliun untuk tahun 2022. Pertumbuhan ini didominasi oleh peningkatan nilai aset, terutama melalui kepemilikan surat berharga negara (SBN).
Total aset LPS per 31 Desember 2022 tercatat mencapai Rp 186,76 triliun, naik sebesar, mengalami peningkatan sebesar 15,27% secara tahunan. Sumber aset ini berasal dari investasi sebesar Rp 180,47 triliun, kas dan piutang sebesar Rp 5,97 triliun, aset tetap dan tidak berwujud sebesar Rp 220 miliar, serta aset lainnya sebesar Rp 90 miliar.
Purbaya menyampaikan saat ini suku bunga penjaminan LPS masih dipertahankan di level 4,25 persen untuk simpanan dalam rupiah di bank umum. Hal ini sejalan dengan pengendalian inflasi yang semakin baik dan sinyal dari Bank Indonesia (BI), lanjut Purbaya, belum ada indikasi adanya perubahan suku bunga perbankan yang mendorong LPS harus menaikkan suku bunga penjaminan.
“Kami selalu memperhatikan sinyal-sinyal dari bank sentral. Selain itu, salah satu anggota Dewan Komisioner LPS juga merupakan anggota dari Dewan Gubernur Bank Sentral. Oleh karena itu, kami tidak pernah melawan sinyal yang diberikan oleh bank sentral. Saat ini, indikasi dari bank sentral menunjukkan bahwa tidak akan ada perubahan dalam waktu dekat. Oleh karena itu, kami tidak melakukan perubahan,” tegasnya.
Seperti diketahui pada Mei 2023 lalu, LPS mengumumkan untuk mempertahankan suku bunga penjaminan pada level 4,25 persen, simpanan dalam mata uang asing atau valas berlaku suku bunga penjaminan 2,25 persen dan simpanan rupiah di BPR/BPRS tetap berada di level 6,75 persen.
Tingkat bunga penjaminan LPS merupakan batas maksimal suku bunga simpanan yang diperoleh nasabah dari bank, agar simpanan nasabah masuk kategori simpanan layak bayar yang mana LPS menjamin dana nasabah jika bank ditutup izin usahanya atau dilikuidasi, dengan mengganti saldo simpanan hingga Rp 2 miliar per nasabah per bank.
Program penjaminan simpanan LPS memiliki tiga syarat utama, yang dikenal sebagai 3T: tercatat di sistem pembukuan bank, tidak menerima bunga simpanan atau cashback melebihi tingkat bunga penjaminan dan tidak membuat bank rugi seperti kasus kredit macet.
LPS menjamin simpanan dalam bentuk giro, deposito, tabungan, sertifikat deposito, dan instrumen lainnya yang dipersamakan yang ditetapkan oleh LPS. Pada tahun 2028 LPS juga akan menjamin polis nasabah asuransi sesuai dengan amanat UU P2SK.