Berita Perbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatatkan pertumbuhan jumlah aset sebesar 15 persen pada tahun 2022. Hal itu merujuk pada laporan posisi keuangan yang dipublikasikan pada Senin (29/5/2023).
LPS berhasil membukukan total aset sebesar Rp 187,08 triliun dari sebelumnya Rp 162,01 triliun. Investasi surat berharga atau obligasi merupakan kontributor terbesar dalam peningkatan jumlah aset LPS, dengan jumlah mencapai Rp 180,47 triliun.
Selain itu, LPS juga mencatat portofolio kas dan piutang sebesar Rp5,97 triliun, aset tetap dan aset tidak berwujud sebesar Rp218,68 miliar, serta aset lainnya sebesar Rp954,71 juta.
LPS kembali menerima opini wajar dalam semua hal yang material atas pemeriksaan keuangan yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) dalam laporan keuangan LPS tahun 2021 dan 2022.
“Laporan keuangan ini merupakan bagian dari laporan keuangan LPS tahun 2022 dan 2021 yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) dengan opini wajar dalam semia hal yang material sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia,” jelas manajemen LPS.
Selama tahun 2022, LPS memperoleh pendapatan sebesar Rp27,78 triliun, tumbuh sebesar 13 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai Rp24,68 triliun.
Secara rinci, pertumbuhan pendapatan tersebut terdiri dari pendapatan premi sebesar Rp15,7 triliun, pendapatan investasi sebesar Rp11,25 triliun, dan pendapatan lainnya sebesar Rp762,2 miliar. Selain itu, LPS juga mencatat pendapatan dari pengembalian klaim sebesar Rp54,32 miliar, pendapatan kontribusi kepesertaan sebesar Rp363,05 juta, serta pendapatan denda sebesar Rp28,39 juta.
Sejalan dengan peningkatan pendapatan, LPS juga mencatat peningkatan total beban sebesar Rp2,20 triliun, naik 3 persen secara tahunan dari posisi sebelumnya sebesar Rp2,14 triliun.
LPS berhasil mencatatkan surplus setelah pajak sebesar Rp24,86 triliun, yang mengalami peningkatan dari posisi sebelumnya sebesar Rp21,96 triliun. Dengan pertumbuhan aset sebesar 15% pada tahun 2022, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) membuktikan kinerja yang positif dan keuangan yang stabil dalam menjalankan perannya sebagai penjamin simpanan di Indonesia.
LPS siap menjamin simpanan nasabah perbankan dengan nilai penjaminan mencapai Rp 2 miliar per nasabah per bank dengan syarat 3T yaitu tercatat di sistem pembukuan bank, tidak menerima bunga simpanan melebihi tingkat bunga penjaminan (TBP) dan tidak membuat bank merugi seperti kasus kredit macet dan tindak pidana penipuan (fraud).
Tingkat bunga penjaminan yang berlaku untuk periode 1 Juni hingga 30 September 2023 adalah 4,25 persen untuk simpanan rupiah di bank umum, 6,75 persen simpanan di BPR/BPRS dan 2,25 persen untuk simpanan dalam mata uang asing.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa berpesan kepada masyarakat agar waspada terhadap penawaran bunga simpanan tinggi melebihi TBP. Hal itu akan berimbas pada simpanan nasabah tidak dijamin LPS saat bank gagal bayar atau dilikuidasi.
Purbaya mengatakan program penjaminan simpanan LPS disiapkan untuk menjamin simpanan nasabah aman saat bank dilikuidasi. Nasabah akan tetap bisa mengakses dana simpanan mereka di bank.
Kepada pihak bank LPS juga mengimbau untuk terbuka kepada nasabah saat memberikan tawaran bunga melebihi TBP yang ditetapkan LPS. Nasabah harus memahami risiko simpanan tidak akan dijamin LPS ketika bank dinyatakan bangkrut oleh otoritas pengawas.
LPS merilis data simpanan bank yang dilikuidasi sepanjang tahun 2005 hingga Mei 2023 mencapai Rp 2,12 triliun. Namun sebanyak 18 persen diantaranya atau senilai Rp 373 miliar simpanan nasabah masuk kategori tidak layak bayar karena tidak memenuhi ketentuan syarat 3T.