BeritaPerbankan – Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) menyebut jika larangan penjualan rokok ketengan bisa menggerus pendapatan pedagang warung di tengah melemahnya daya beli masyarakat.
Sekretaris Jenderal APPSI Mujiburrohman mengungkapkan omzet diprediksi bisa turun lebih dari 30%. Menurut dia penurunan ini karena penjualan rokok merupakan kontributor pendapatan warung terbesar setelah penjualan bahan-bahan pokok.
“Belanja rokok ini membutuhkan modal yang besar, namun marginnya tipis. Untuk warung atau toko yang menjual per bungkus, kisaran omzetnya mungkin 5-10% dari harga jual, sementara untuk yang biasa menjual grosir biasanya mengambil margin hanya 1-3%,” jelasnya.
Mujiburrohman menjelaskan, meski marginnya tipis, namun penjualan rokok memang memiliki perputaran yang cepat. Oleh karenanya, pembatasan akses terhadap pembelian rokok pasti akan memperlambat perputaran penjualan, sehingga omzet pun pasti akan ikut berkurang.
Tak hanya bagi para pedagang yang tergabung dengan APPSI, Mujiburrohman menaksir pembatasan ini juga pasti akan berpengaruh ke seluruh pedagang di Indonesia.
Pedagang yang juga termasuk pelaku sektor bisnis usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) merupakan penopang perekonomian Indonesia pada saat pandemi. Kegigihan dan kreativitas pada sektor bisnis UMKM mempercepat pemulihan ekonomi Indonesia.
Dia menyebut sektor ini memang sudah menjadi tulang punggung tanah air. Data Kementerian Koperasi dan UKM menyebut, jumlah sektor bisnis UMKM di Indonesia pada 2021 mencapai 64,19 juta dengan partisipasi terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 61,97%. Sebagai catatan, saat ini APPSI memiliki 1.200 kepengurusan di pasar yang tersebar di seluruh Indonesia. Pasar merupakan wadah usaha yang banyak mendukung pelaku UMKM dalam keberlanjutan usaha mereka.
Tak hanya dari aspek operasi bisnis, Mujiburrohman menaksir pelarangan penjualan rokok eceran bisa memiliki dampak yang lebih besar, lantaran kini daya beli masyarakat tengah melemah. “Harga rokok terus naik, makanya masyarakat yang biasa membeli per bungkus, mulai mengurangi pembeliannya. Fakta di lapangan membuktikan bahwa kemampuan membeli masyarakat masih lemah dan belum pulih,” jelas dia..