Beritaperbankan – Lagi-lagi kasus penipuan investasi melalui aplikasi perpesanan Telegram mencuat. Terbaru modusnya mengatasnamakan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang menawarkan investasi lewat instrumen tertentu.
LPS menegaskan ajakan tersebut adalah hoax. “Pasalnya LPS tidak pernah mengajak masyarakat untuk berinvestasi pada instrumen tertentu yang mengatasnamakan LPS,” penjelasan LPS seperti dikutip dari IG @lps_idic di Jakarta, Kamis (4/11/2021).
LPS merupakan lembaga yang memiliki fungsi untuk menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya.
Sebelumnya penipuan investasi lewat Telegram juga pernah terjadi, dimana oknum memakai lembaga pengawas pasar modal atau Self Regulatory Organization (SRO) menjadi kedok penipuan.
Setelah menimpa PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), kasus serupa juga menimpa PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). Padahal KSEI sebagai salah satu lembaga yang menaungi pasar modal tidak melakukan pengelolaan investasi
KSEI juga menyatakan tidak pernah memiliki akun media perpesanan seperti di Telegram ataupun WhatsApp dan LINE. Oleh karena itu masyarakat diminta hati-hati, karena penipuan investasi online fiktif atau bodong belakangan ini mulai marak di aplikasi pengiriman pesan Telegram.
Modus dari penipuan investasi online ini dengan mengundang calon investor ke grup Telegram tanpa sepengetahuan calon investor. Para penipu investasi online mencatut nama badan usaha resmi yang sudah terdaftar di OJK untuk mengelabui calon investor.
Selain mencatut nama, grup penipuan investasi online juga mencatut logo dari badan usaha tersebut. Selain nama dan logo yang meyakinkan, grup Telegram tersebut biasanya memiliki ribuan anggota disertai testimoni tentang keberhasilan berinvestasi melalui grup ini.
Grup ini juga bisa menjanjikan keuntungan berlimpah dalam waktu singkat hingga 30% hanya dengan waktu 3 hari. Untuk diingat, masyarakat harus berhati-hati bila mendapati grup seperti itu.
Alih-alih untung karena iming-iming hasil berinvestasi, bisa jadi kita justru terjebak dalam tipuan investasi fiktif ini.