BeritaPerbankan – Badan Supervisi Lembaga Penjamin Simpanan (BS LPS) melaporkan hasil evaluasi kinerja LPS dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XI DPR RI pada Rabu, 11 September 2024. Anggota BS LPS, Farid Azhar Nasution menyampaikan bahwa ada tiga konteks utama yang menjadi dasar pengawasan mereka terhadap kinerja LPS, yaitu resolusi, asuransi, dan operasional.
Dalam pertemuan tersebut, Farid menyoroti evaluasi kinerja LPS yang telah menunjukkan beberapa pencapaian signifikan, namun juga menghadapi tantangan baru yang harus segera diatasi.
Hasil evaluasi BS LPS dalam konteks resolusi atau penyehatan bank, menyatakan bahwa LPS menunjukkan kinerja yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari keberhasilan LPS melakukan penyehatan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Indramayu. Melalui skema investasi dari Bank BJB, modal inti BPR tersebut berhasil dikonversi, yang pada akhirnya memperkuat kondisi permodalan bank. Penanganan BPR Indramayu menunjukkan kesiapan LPS dalam mengimplementasikan mekanisme resolusi bank yang bermasalah, sesuai dengan mandat yang diberikan.
Keberhasilan ini juga memperlihatkan kemampuan LPS dalam mengelola krisis di sektor perbankan, terutama di tengah berbagai tantangan yang dihadapi oleh lembaga keuangan kecil seperti BPR, mengingat stabilitas BPR dan BPR Syariah (BPRS) merupakan bagian tak terpisahkan dari stabilitas sistem perbankan nasional, khususnya di daerah-daerah.
Selanjutnya, hasil evaluasi kinerja LPS di sektor asuransi, Farid mengatakan masih ada ruang untuk perbaikan, sebelum program penjaminan polis dioperasikan pada tahun 2028. BS LPS meminta LPS memperkuat regulasi untuk merumuskan kebijakan yang tepat di bidang asuransi, khususnya terkait regulasi tambahan yang diamanatkan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) tentang penambahan modal bagi lembaga perbankan.
Tugas LPS dalam asuransi ini merupakan tanggung jawab baru yang diberikan berdasarkan amanat Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK). Sebagai lembaga penjamin simpanan, LPS juga bertanggung jawab untuk memberikan proteksi di sektor asuransi, yang mencakup regulasi dan pengawasan modal lembaga keuangan non-bank. Di masa depan, tugas ini akan menjadi tantangan besar bagi LPS, mengingat asuransi merupakan industri yang lebih kompleks dibandingkan dengan sektor perbankan.
BS LPS menyadari bahwa tantangan di bidang asuransi ini tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Oleh karena itu, BS LPS berkomitmen untuk terus mendampingi LPS dalam menyusun kebijakan yang sesuai agar perlindungan terhadap nasabah di sektor asuransi dapat berjalan dengan baik dan efektif.
Selain konteks resolusi dan asuransi, BS LPS juga menyoroti aspek operasional LPS. Farid Azhar Nasution menjelaskan bahwa LPS perlu terus meningkatkan tata kelola internalnya agar lebih efisien dan efektif dalam menjalankan mandatnya. Peningkatan kapasitas operasional ini mencakup berbagai aspek, mulai dari manajemen risiko, teknologi informasi, hingga penguatan sumber daya manusia.
BS LPS berharap bahwa dengan penguatan operasional, LPS dapat lebih responsif dalam menghadapi berbagai tantangan ke depan, terutama yang terkait dengan dinamika ekonomi global dan regional yang semakin kompleks. Perubahan dalam sektor keuangan yang semakin cepat juga menuntut LPS untuk terus beradaptasi dan memperbarui mekanisme kerjanya agar dapat menjaga stabilitas sistem keuangan nasional.
Sebagai lembaga think tank DPR, BS LPS memiliki peran strategis dalam melakukan supervisi terhadap kinerja LPS. Tugas ini diperkuat oleh UU PPSK, yang menempatkan BS LPS sebagai pengawas dan penilai kinerja LPS dalam menjalankan fungsinya. Melalui supervisi yang ketat dan kolaboratif, diharapkan LPS dapat terus berinovasi dan meningkatkan perannya sebagai penjamin simpanan yang handal di Indonesia.