BeritaPerbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) berencana mengalokasikan dana sebesar Rp160 miliar pada tahun 2025 untuk membangun sistem teknologi informasi (IT) bagi Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS). Langkah ini diambil untuk memperkuat infrastruktur digital sektor perbankan BPR/BPRS yang dinilai masih memerlukan banyak peningkatan, khususnya dalam hal manajemen operasional.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, mengungkapkan rencana ini dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta pada Rabu (20/11/2024). Ia menjelaskan bahwa pada tahap awal, sistem IT ini akan diterapkan melalui proyek percontohan di 100 BPR yang dipilih sebagai pilot project.
“Kami ingin membangun sistem IT untuk BPR dan BPRS, dan tahun depan kami akan memulainya. Sebanyak 100 BPR akan dipilih sebagai proyek percontohan untuk tahap awal,” ujar Purbaya.
Inisiatif ini diambil untuk merespons masalah manajemen yang dihadapi banyak BPR dan BPRS, yang dinilai masih belum optimal. Sejak tahun 2006, LPS telah menangani sekitar tujuh hingga delapan BPR/BPRS yang mengalami masalah setiap tahunnya. Menurut Purbaya, kondisi ini sebagian besar disebabkan oleh lemahnya sistem manajemen di banyak BPR/BPRS yang berdampak pada ketidakstabilan operasional mereka.
“Kami melihat bahwa banyak BPR/BPRS yang memiliki sistem manajemen yang kurang baik. Sejak 2006, hampir setiap tahun ada BPR/BPRS yang jatuh dan harus kami ambil alih,” lanjutnya.
Purbaya menyoroti bahwa di negara-negara maju seperti Jerman, bank-bank kecil memiliki peran penting dalam sistem perbankan, bahkan melebihi bank-bank komersial. Oleh karena itu, LPS terus berupaya membantu industri perbankan BPR/BPRS agar dapat berkembang dan memiliki daya saing yang kuat di tengah dinamika persaingan industri perbankan nasional.
“Di negara-negara besar, seperti Jerman, bank kecil menguasai sektor perbankan. Kami perlu mencari cara untuk membantu BPR dan BPRS agar mereka dapat berkembang,” ujarnya.
Dengan pengembangan sistem IT yang direncanakan, LPS berharap BPR dan BPRS dapat memperkuat manajemen mereka, sehingga mampu bersaing dengan bank-bank komersial serta perusahaan teknologi finansial (fintech) yang saat ini mendominasi sektor perbankan digital. Transformasi digital ini diharapkan akan membawa BPR dan BPRS ke level yang lebih tinggi dalam hal pengelolaan data, keuangan, serta pelayanan kepada nasabah.
Selain itu, Purbaya menekankan bahwa BPR dan BPRS memiliki kedekatan yang lebih erat dengan masyarakat di tingkat akar rumput. Hal ini menjadikan keberadaan mereka sangat penting dalam mendorong ekonomi lokal dan meningkatkan inklusi keuangan di daerah.
“BPR dan BPRS memiliki dampak ekonomi yang besar di masyarakat, sehingga penting bagi kita untuk memastikan kelangsungan hidup mereka,” tambahnya.
Untuk merealisasikan proyek pengembangan IT ini, LPS akan bekerja sama dengan Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Kolaborasi ini diharapkan akan mempercepat pembangunan dan implementasi sistem IT yang sesuai dengan kebutuhan BPR dan BPRS, terutama dalam hal pengelolaan transaksi dan keamanan data.
Sistem IT yang dikembangkan akan diberikan secara gratis kepada BPR dan BPRS yang telah menyetor iuran ke LPS. Hal ini diharapkan dapat meringankan beban biaya yang biasanya cukup besar untuk investasi teknologi, mengingat tidak semua BPR dan BPRS memiliki kapasitas finansial yang memadai untuk melakukan investasi tersebut.
“Kita semua tahu bahwa investasi di bidang IT sangat mahal, dan tidak semua BPR maupun BPRS mampu melakukan investasi itu. Karena itu, kami memutuskan untuk berinvestasi dan mendukung mereka. Tahun depan kami akan melihat bagaimana perkembangan proyek ini,” ujar Purbaya.