BeritaPerbankan – Merespon perubahan zaman dan tuntutan kebutuhan nasabah yang ingin seluruh aktifitas perbankan dilakukan secara daring dimanapun kapanpun, mendorong pelaku industri perbankan ramai-ramai berpindah membuat layanan digital perbankan dan mendirikan entitas baru bank digital.
Kecanggihan teknologi informasi telah masuk ke tubuh industri perbankan dengan mulai menjamurnya layanan digital perbankan yang memiliki kelebihan dapat menjangkau audiens lebih luas tanpa batas jarak dan waktu.
Popularitas bank digital semakin bersinar di tengah pandemi, dimana orang-orang harus tetap di rumah sementara kebutuhan transaksi perbankan sangat dibutuhkan.
Situasi pandemi mendorong masyarakat untuk berpindah dari layanan perbankan konvensional ke layanan digital melalui aplikasi mobile banking dan internet banking yang disediakan oleh pihak bank.
Berdasarkan survey FICO sebanyak 54% konsumen Indonesia lebih suka memanfaatkan kanal digital (mobile banking, internet banking) untuk mengakses layanan perbankan dan berinteraksi dengan layanan konsumen.
Layanan digital perbankan Jenius milik BTPN mencatat ada lonjakan signifikan penggunaan aplikasi Jenius selama pandemi. Jumlah pengguna mobile banking meningkat dari 71% menjadi 83%. Sementara jumlah pengguna ATM justru turun dari 45% menjadi 34%.
Bank digital menemukan momentumnya. Hal itu terlihat dari bermunculan bank-bank digital baik hasil transformasi bank eksisting menjadi bank digital atau bank lama yang meluncurkan layanan digital perbankan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat ada 7 bank eksisting yang sedang menunggu proses perizinan menjadi bank digital yaitu Bank BCA Digital, PT BRI Agroniaga Tbk, PT Bank Neo Commerce Tbk, PT Bank Capital Tbk, PT Bank Harda Internasional, PT Bank QNB Indonesia Tbk, dan PT Bank KEB Hana.
Grup konglomerasi juga tak ingin ketinggalan gerbong dengan berkolaborasi bersama sejumlah bank untuk meluncurkan layanan digital perbankan. Sebut saja GoTo yang bekerjasama dengan Bank Jago, BCA bersama Grup Djarum meluncurkan Blu dan CT Corp yang menyiapkan bank digital bersama PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI).
Bank digital kini menjelma menjadi primadona di industri perbankan karena sejumlah keunggulan. Yang pertama tentu saja kemudahan transaksi. Seluruh urusan bank dan nasabah dapat dilakukan dimanapun kapanpun tanpa harus mendatangi kantor cabang.
Kegiatan membuka rekening tabungan, transfer antar bank, pembayaran aneka kebutuhan dan tagihan hingga komplain semuanya ada dalam satu genggaman melalui gawai pintar.
Di tengah persaingan industri perbankan yang semakin ketat, bank digital kerap tampil berani dengan menawarakan suku bunga simpanan di atas bank konvensional bahkan melebihi tingkat bunga penjamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Bank digital biasanya menawarkan suku bunga simpanan di atas 4%. Sementara bank konvensional hanya memberikan 3% bunga simpanan sesuai ketentuan LPS agar dana nasabah mendapat jaminan dari LPS.
Tingginya bunga simpanan pada bank digital mendapat sorotan dari pengamat perbankan Paul Sutaryono. Tingginya suku bunga yang dipatok bank digital jika dilihat dari sisi bisnis memang masuk akal karena bank membutuhkan likuiditas yang besar.
Meski demikian Paul meminta masyarakat memahami risiko yang dapat ditimbulkan jika tingkat bunga simpanan bank lebih tinggi dari bunga penjaminan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang saat ini berada di level 3,5%.
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa merespon tingkat suku bunga yang ditawarkan sejumlah bank digital.
Purbaya mengingatkan kepada nasabah bahwa simpanan dengan bunga di atas bunga penjaminan tidak akan dijamin oleh LPS.
Dia juga meminta kepada pihak bank agar berterus terang kepada nasabah tentang resiko simpanan yang tidak dijamin LPS.
Purbaya menambahkan bahwa pemberian bunga simpanan yang tinggi tidak menyalahi aturan sepanjang pihak bank menjelaskan kepada nasabah tentang resiko yang bisa terjadi di masa mendatang.
Purbaya mengatakan bahwa LPS tidak melarang bank digital memberikan suku bunga yang tinggi, namun pihak bank harus secara transparan menjelaskan kepada nasabah bahwa dana simpanan mereka tidak dijamin LPS, termasuk resiko jika dana simpanan mereka tidak dijamin LPS.