BeritaPerbankan – Bank Indonesia (BI) memberi sinyal akan menaikkan suku bunga acuan pada tahun 2022 mengantisipasi faktor eksternal salah satunya kebijakan tapering off Bank Sentral AS The Federal Reserve (The Fed).
Kebijakan moneter AS menjadi tantangan bagi pemulihan ekonomi nasional yang sekarang tengah dalam tren positif. Untuk mengantisipasi dampak tapering off tersebut BI mengklaim sudah memiliki persiapan khusus.
Seperti diketahui arah kebijakan moneter AS diprediksi berubah seiring dengan tingginya inflasi hingga ke level 6,2% yoy meskipun kebijakan tapering off sudah dimulai sejak November 2021.
Inflasi yang terus meroket mendorong AS mempercepat normalisasi kebijakan moneter dengan menaikkan nilai tapering off dan menurunkan suku bunga acuan Bank Sentral untuk menjaga stabilitas keuangan.
Research Director BRI Research Institute Anton Hendranata memprediksi BI akan turut menaikkan suku bunga acuan BI-7 Days Reverse Repo Rate (BI-7DRR) ke level 4,25%-4,50% dari sebelumnya 3,5% sebagai konsekuensi Indonesia sebagai emerging market yang ikut terseret kebijakan keuangan AS.
Anton menambahkan kondisi likuiditas industri perbankan diprediksi tidak akan selonggar tahun 2021 sementara dana pihak ketiga (DPK) mengalami tren perlambatan seiring dengan kondisi ekonomi yang mulai pulih ditandai dengan tingginya jumlah konsumsi dan kredit perbankan.
“Tren 25 tahun terakhir menunjukan ketika ada ekonomi sedang menurun atau konsolidasi DPK akan berada di atas kredit,” terangnya.
Di tengah kondisi pemulihan ekonomi permintaan kredit berpotensi melampaui jumlah DPK sehingga likuiditas perbankan akan lebih ketat.
Anton mengatakan untuk mengantisipasi efek samping kebijakan moneter AS ini BRI menahan level penyaluran kredit bagi UMKM di level 83% di bawah rekomendasi regulator yaitu 92% untuk menjaga likuiditas bank tetap sehat.
BI Siapkan ‘Jurus Sakti’ Hadapi Tapering Off
Gubernur BI Perry Warjiyo memprediksi pengurangan likuiditas AS, yang mendorong The Fed menaikkan suku bunga acuan, akan terjadi pada pertengahan tahun 2022.
“Kami perkirakan akan dimulai di pertengahan tahun depan. Baru di kuartal III-2022,” tutur Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Webinar ISEI Cabang Jakarta, Jumat (24/12) via video conference.
Kebijakan menaikkan suku bunga acuan akan memengaruhi kenaikan suku bunga surat utang AS atau US Treasury yang diperkirakan naik antara 50 bps hingga 75 bps.
Perry menambahkan jika hal itu benar terjadi maka BI harus melakukan penyesuaian dengan menaikkan imbal hasil (yield) surat berharga negara (SBN) yang diprediksi naik sebanyak 50 bps.
Perry juga menyoroti dampak kebijakan moneter AS terhadap pasar keuangan yang berpotensi memengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah.
BI sudah menyiapkan triple intervention sebagai ‘jurus sakti’ menghadapi segala risiko yang ditimbulkan kebijakan The Fed yaitu intervensi di pasar spot, pasar Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), dan pembelian SBN di pasar sekunder.
Meski demikian Perry mengklaim kondisi ekonomi dan keuangan Indonesia tidak akan banyak terpengaruh oleh kebijakan The Fed.
Dikatakan Perry jumlah cadangan devisa negara yang kita miliki masih relatif besar ditunjang oleh pengalaman RI dalam menghadapi krisis akibat kebijakan The Fed sewindu yang lalu. Catatan defisit Neraca transaksi juga terpantau rendah.
BI optimis guncangan akibat The Fed menaikkan suku bunga acuan masih dalam batas normal yang dapat diantisipasi meski harus terus waspada terhadap segala kemungkinan terutama faktor eksternal yang dapat memengaruhi stabilitas keuangan nasional.