BeritaPerbankan – Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KKSK) terus berupaya mempercepat pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi selama dua tahun belakangan ini.
Komitmen tersebut ditunjukan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu anggota KKSK yang secara konsisten menggenjot likuidtas perbankan dengan mengucurkan dana sebesar Rp 130 triliun.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan penambahan likuiditas bank bertujuan memperkuat efektifitas kebijakan moneter.
“Kebijakan moneter ini didukung oleh strategi operasi moneter untuk perkuat efektivitas kebijakan moneter,” kata Perry dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Rabu (27/10/2021).
Kebijakan likuiditas oleh bank sentral sudah dilakukan sejak tahun 2020 sebagai upaya menjaga stabilitas ekonomi di tengah pukulan keras pandemi covid-19 terhadap perekonomian nasional.
Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengatakan sejak tahun 2020 hingga Agustus 2021 Bank Indonesia sudah menggelontorkan dana likuiditas sebesar Rp 844,92 triliun.
Menjaga likuiditas perbankan tetap longgar berdampak positif terhadap perekonomian. Hal itu ditunjukan dengan peningkatan jumlah uang yang beredar hingga Juli 2021 tumbuh 14,9% year on year. Kemudian uang beredar dalam arti luas (M2) tercatat tumbuh 8,9%.
Kondisi likuiditas perbankan yang membaik berpengaruh pada peningkatan angka kredit yang tumbuh sebesar 2,21% pada September 2021.
Konsumsi masyarakat terus meroket seiring dengan meningkatnya aktifitas masyarakat. Penyaluran kredit perbankan juga meningkat sejalan dengan terus menurunnya jumlah kasus covid-19 yang mampu menekan persepsi risiko sehingga perbankan lebih berani memberikan kredit dan masyarakat juga sudah mulai bangkit memulai usaha.
Peningkatan jumlah kredit didorong oleh penurunan suku bunga kredit baru. Perry menambahkan kredit konsumsi dan kredit modal kerja menunjukan tren positif.
Pertumbuhan kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) mengalami kenaikan sebesar 2,97%. Sementara itu Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tumbuh sebesar 8,67% pada September 2021.
Bank Indonesia akan terus menerapkan kebijakan pelonggaran likuidtas hingga akhir tahun untuk menjaga stabilitas ekonomi dan keuangan nasional di tengah program pemerintah dalam percepatan pemulihan ekonomi nasional.
KKSK yang bertugas menjaga stabilitas sistem keuangan terdiri dari Menteri Keuangan sebagai koordinator sekaligus anggota, Gubernur Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
LPS sebagai salah satu anggota KKSK turut berkontribusi dalam menjaga stabilitas sistem keuangan di tengah situasi pandemi.
LPS mendukung kebijakan bank sentral dengan menurunkan tingkat suku bunga penjaminan. Hal itu sebagai upaya LPS mendukung kebijakan moneter bank sentral agar sektor keuangan mampu mendorong ekspansi perkenonomian.
Dalam Rapat Dewan Komisioner (RDK) LPS menetapkan penurunan Tingkat Bunga Penjaminan LPS bagi Bank Umum dan BPR masing masing sebesar 50 bps untuk Rupiah dan 25 bps untuk simpanan Valas di Bank Umum.
Kebijakan tersebut diambil berdasarkan penurunan suku bunga pasar, likuidtas perbankan yang relatif longgar dan kondisi ekonomi makro yang stabil.
Dengan demikian tingkat bunga penjaminan pada bank umum adalah 3,5% untuk rupiah dan valas 0,25%. Sementara bunga penjaminaan BPR menjadi 6%. Kebiijakan tersebut mulai berlaku pada 30 September 2021 hingga 28 Januari 2022.
LPS menjamin dana nasabah yang tercatat di sistem perbankan maksimal Rp 2 miliar per nasabah per bank. Penjaminan dari LPS berlaku bagi dana nasabah yang tercatat, tingkat bunga simpanan tidak melebihi bunga penjaminan LPS (3,5%) dan nasabah tidak melakukan tindakan yang merugikan pihak bank seperti kredit macet.
Hingga tahun 2021 LPS sudah menjamin sebanyak 365 juta rekening atau setara dengan 99,9% dari total rekening tabungan yang ada di Indonesia.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa mengimbau nasabah untuk memastikan dana simpanan memenuhi syarat penjaminan oleh LPS. Pasalnya jika bunga simpanan melebihi suku bunga penjaminan maka dana nasabah tidak dijamin LPS.
Pihak perbankan juga diharapkan memberikan literasi yang baik salah satunya menjelaskan kepada nasabah soal risiko jika uang simpanan nasabah tidak dilindungi LPS.
Perbankan memang tidak dilarang memberikan suku bunga simpanan diatas suku bunga penjaminan LPS, namun pihak bank wajib menjelaskan kepada nasabah secara detail informasi termasik risiko yang bakal ditanggung nasabah jika ada kondisi bank gagal bayar.