Berita Perbankan – Fenomena jatuhnya Bank Perekonomian Rakyat (BPR) setiap tahunnya menjadi perhatian khusus Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Setidaknya rata-rata ada sekitar 6 hingga 7 BPR dalam setahun yang harus dilikuidasi. Meski demikian hingga Oktober 2023, jumlah bank yang dilikuidasi LPS tercatat hanya 2 bank.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan bahwa sering kali, masalah tata kelola bisnis menjadi penyebab utama kebangkrutan bank-bank kecil. Terbaru BPR Karya Remaja Indramayu (KRI) dinyatakan bangkrut oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 12 September 2023, diduga karena adanya kesalahan dalam manajemen taat kelola perusahaan.
Merespon keputusan OJK yang mencabut izin usaha BPR KRI tersebut, LPS telah melakukan proses rekonsiliasi dan verifikasi serta mencairkan klaim penjaminan simpanan nasabah secara bertahap kepada lebih dari 25 ribu rekening nasabah dengan total nilai simpanan yang dibayarkan mencapai Rp 270 miliar.
Terkait dengan penyebab jatuhnya BPR KRI, LPS akan melakukan penyelidikan terhadap bank tersebut untuk memahami permasalahan tersebut lebih lanjut. Jika ditemukan adanya bukti kecurangan dan tindakan kejahatan perbankan maka LPS secara tegas akan menyeret seluruh pihak yang terlibat ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka.
“Mereka yaitu manajemen dan pemilik saham BPR, atau siapa pun yang misalnya melakukan tindak kejahatan perbankan akan kami kejar terus untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya,” ujarnya.
Berdasarkan data dari OJK, per Maret 2023 jumlah BPR yang beroperasi di Indonesia berjumlah 1.426 perusahaan. Jumlah ini telah mengalami penyusutan dibandingkan data pada akhir tahun 2022, di mana jumlah BPR tercatat sebanyak 1.608 unit. Namun perlu diketahui hal ini bukan disebabkan oleh krisis, akan tetapi OJK memang mendorong adanya merger dan akusisi terhadap bank-bank kecil agar memenuhi syarat modal minimum yang ditetapkan OJK.
“Rupanya sudah turun banyak nih. Oh gak denger kepanikan macam-macam? Itu karena merger, akuisisi, atau konsolidasi yang didesain OJK,” kata Purbaya.
Purbaya menjelaskan bahwa penurunan jumlah BPR tidak selalu berarti kabar buruk, karena penurunan tersebut lebih dikaitkan dengan jumlah BPR yang dilikuidasi menjadi semakin berkurang sehingga mampu menjaga stabilitas sistem keuangan nasional.
Purbaya menyebutkan sejak LPS beroperasi tahun 2005 hingga pertengahan tahun 2023 ini, sebanyak 120 bank telah diikudiasi LPS yang terdiri dari 119 BPR/BPR Syariah dan 1 bank umum. Sementara itu total nilai simpanan yang terdampak mencapai Rp2,26 triliun milik 313.814 rekening nasabah.
Purbaya menegaskan sebagian besar bank yang bangkrut disebabkan karena kesalahan tata kelola bisnis dan kecurangan (fraud) dari sisi manajemen. Data LPS menunjukkan setiap tahun ada 6-7 entitas bank yang dinyatakan bangkrut.
Suwandi, Direktur Eksekutif Klaim dan Resolusi Bank LPS, mengungkapkan bahwa salah satu isu yang muncul di BPR adalah praktik kredit topengan. Ini berarti bahwa pengajuan kredit menggunakan identitas orang lain, dan dana yang diterima atau digunakan sepenuhnya oleh pihak yang bukan peminjam sebenarnya.
Untuk mencegah terjadinya kecurangan dan tindak kejahatan perbankan di BPR, LPS berencana mengimplementasikan sistem IT yang canggih untuk mengawasi operasional BPR di seluruh Indonesia secara realtime sebagai upaya perbaikan dalam tata kelola bisnis dan manajemen. Dengan penerapan sistem IT ini, diharapkan BPR dapat mengatasi permasalahan tata kelola yang buruk, yang telah menyebabkan kejatuhan dan penutupan BPR selama ini.
Rencananya, implementasi sistem IT terbaru ini akan diluncurkan pada awal tahun 2025, dengan alokasi dana sekitar Rp 200 miliar untuk pengembangan sistem IT. Pada tahun 2024, LPS akan melakukan studi dan uji coba terhadap sistem yang sedang dibangun tersebut.
LPS menilai penerapan teknologi ini adalah langkah penting dalam menjaga iklim bisnis pebankan, khususnya perbankan BPR. Pasalnya peran BPR sangat penting dalam industri keuangan nasional. Purbaya menilai ruang tumbuh bagi BPR masih sangat luas, terutama dalam menyasar segmen masyarakat yang saat ini masih terjebak dalam jeratan rentenir. Kehadiran BPR di daerah-daerah sangat dibutuhkan masyarakat sehingga perlu diberikan dukungan agar bisnis perbankan BPR terus tumbuh pesat di masa depan.