BeritaPerbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terus berupaya menjaga kepercayaan publik terhadap industri perbankan dengan mempercepat proses pembayaran klaim penjaminan bagi nasabah bank yang dilikuidasi. Hal ini dilakukan untuk memberikan kepastian dan rasa aman bagi nasabah yang terdampak.
Dalam acara Temu Media LPS bersama insan media se-Jawa Tengah dan DIY pada Sabtu, 2 November 2024, Kepala Kantor Persiapan PRP dan Hubungan Lembaga LPS, Herman Saheruddin, mengungkapkan bahwa tim LPS bergerak cepat dalam membayarkan klaim penjaminan.
“Pembayaran klaim tahap pertama rata-rata dapat diselesaikan dalam lima hari kerja setelah izin usaha bank dicabut,” ujarnya.
Berdasarkan data yang dimiliki LPS, waktu penyelesaian klaim dari tahun ke tahun terus mengalami percepatan. Sebagai perbandingan, pada tahun 2020, proses pembayaran klaim nasabah BPR yang dilikuidasi memakan waktu rata-rata 14 hari kerja untuk tahap pertama. Namun, pada 2024, waktu ini berhasil dipangkas menjadi hanya lima hari kerja.
Apabila merujuk pada aturan perundang-undangan proses pembayaran klaim simpanan nasabah dilakukan paling lambat dalam 90 hari kerja terhitung sejak bank dicabut izin usahanya. Sementara itu batas waktu bagi nasabah untuk mencairkan klaim jaminan simpanan paling lambat lima tahun sejak bank dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Kesiapan LPS Menjalankan Program Penjaminan Polis
Selain fokus pada percepatan pembayaran klaim simpanan, LPS juga tengah mempersiapkan pelaksanaan Program Penjaminan Polis (PPP) yang akan berlaku efektif mulai Januari 2028, seiring dengan amanat dari Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sistem Keuangan (UU P2SK). Program ini bertujuan untuk melindungi pemegang polis, tertanggung, atau peserta dari perusahaan asuransi yang dicabut izin usahanya.
Herman menjelaskan bahwa perusahaan asuransi yang memenuhi persyaratan tertentu terkait tingkat kesehatan keuangan akan menjadi peserta dalam program ini. Persyaratan tersebut ditetapkan melalui koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan LPS.
“Program Penjaminan Polis oleh LPS akan menjamin proteksi produk asuransi lini usaha tertentu, kecuali asuransi sosial dan asuransi wajib,” tambahnya.
Mekanisme penjaminan polis yang akan dijalankan LPS mencakup pengalihan portofolio polis atau pengembalian hak-hak pemegang polis, tertanggung, atau peserta dengan batas maksimal penjaminan yang akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP). Saat ini, LPS terus melakukan berbagai persiapan untuk memastikan pelaksanaan program ini dapat berjalan sesuai rencana.
Sejalan dengan amanat UU P2SK, LPS telah melakukan penyesuaian struktur organisasi, termasuk menambah direktorat baru yang bertugas untuk melaksanakan Program Penjaminan Polis. LPS juga tengah menyusun berbagai perangkat tata kelola, termasuk peraturan-peraturan yang akan mendukung pelaksanaan PPP, seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan LPS, dan Peraturan Dewan Komisioner.
Dalam rangkaian persiapan tersebut, LPS secara bertahap telah melakukan pemenuhan sumber daya manusia (SDM) yang diperlukan untuk menjalankan PPP, serta menyusun proses bisnis yang diperlukan. Pada 2025 mendatang, LPS akan fokus pada penyusunan Blueprint IT untuk PPP, pengembangan kompetensi SDM, serta penyelesaian regulasi teknis yang mendukung program tersebut.
LPS optimis bahwa pelaksanaan Program Penjaminan Polis dapat berjalan sesuai target, sehingga mampu memberikan perlindungan yang lebih luas kepada pemegang polis di Indonesia. Persiapan yang matang ini diharapkan tidak hanya menjaga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan, tetapi juga memperkuat stabilitas sektor asuransi di masa mendatang.