BeritaPerbankan – Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Bern Dwyanto mendukung upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka penyehatan dan penguatan industri asuransi. Termasuk, soal rencana klasterisasi, asosiasi akan berperan aktif terhadap diskusi yang ada terkait dengan hal-hal yang menjadi fokus industri saat ini. “OJK sendiri masih mengkaji pengaturan tersebut, sehingga diskusi – diskusi lanjutan masih diperlukan antara OJK, asosiasi dan pelaku industri,” paparnya.
Di sisi lain, Pengamat Asuransi dan Dosen Program MM Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universtas Gajah Mada (UGM) Kapler Marpaung mengatakan bahwa modal bukan satu-satunya alat untuk membuat industri asuransi sehat. “Karena ada fakta bahwa perusahaan-perusahaan yang besar itu yang tumbang modal mereka padahal cukup besar,” katanya dalam sebuah forum diskusi.
Kapler menjelaskan sejarah peningkatan permodalan memerlukan waktu yang tidak sedikit yakni 15 tahun. Aturan permodalan menurutnya pertama kali diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 1992. Mulanya, permodalan perusahaan yaitu sebesar Rp3 miliar untuk asuransi kerugian dan Rp2 miliar untuk asuransi jiwa. Kemudian pada 1999 diubah melalui PP Nomor 63, dari sana muncul modal Rp100 miliar untuk asuransi dan Ro200 miliar perusahaan reasuransi.
“Mungkin ini karena sudah terjadi krisis 1998 sehingga wacana itu menjadi penting di dalam menguatkan industri asuransi supaya sehat dan kuat,” terang Kapler. Dia mengatakan bahwa kebijakan tersebut perlu dipertimbangkan mengingat aturan sebelumnya pun baru 15 tahun terwujud.
Kapler pun menilai perusahaan asuransi dengan modal besar juga tidak selalu menggunakannya untuk meningkatkan kapasitas. Artinya antara takut atau lebih senang menerima komisi reasuransi. “Oleh karena itu, buat apa kenaikan modal yang sangat fantastis. Kalau pada akhirnya nanti hanya untuk ban serep. Padahal tujuannya bukan untuk itu,“ kata dia. Tidak hanya itu, dia juga menyinggung terkait dengan pembagian kelas perusahaan asuransi berdasarkan permodalan. Kapler menilai bahwa perusahaan asuransi berbeda dengan bank, di mana masih ada reasuransi.