BeritaPerbankan – Transaksi Crypto yang mencapai 400 Trilliun menjadi alasan Chairwoman Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI) Asih Karnengsih mendukung Pemerintah dalam membuat dan menetapkan peraturan perpajakan terhadap Aset Kripto.
Ketentuan pajak atas transaksi perdagangan aset kripto tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022, di mana aturan ini merupakan turunan dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Menurutnya, hal itu menunjukkan industri aset kripto menjadi perhatian Pemerintah karena memiliki potensi yang besar untuk dapat menyumbang pada pendapatan Negara.
“Yang menjadi concern kami saat ini ialah tarif pajak PPh dan PPN yang harus diperkuat dasar hukumnya dan juga memperhatikan kemampuan dalam mempertahankan daya saing pelaku usaha dalam negeri,” kata Asih saat dikonfirmasi, Senin (30/5/2022).
Dalam PMK 68 / 2022 disebutkan bahwa tarif pajak yang akan dikenakan yakni 1 persen dari tarif PPN dikali dari nilai transaksi aset kripto. Untuk investor kripto juga akan dikenakan PPh final dari penghasilan yang diterima atau diperoleh dari penjualan aset kripto dengan besaran 0,1 persen yang sudah mulai diberlakukan per tanggal 1 Mei 2022.
“Demi mendorong pengaturan pajak yang lebih dapat dipatuhi oleh seluruh pemangku kepentingan, Asosiasi Blockchain Indonesia juga tengah menyiapkan kajian mendalam terkait Pajak Aset Kripto,” urai Asih.
VP of Operations Upbit Indonesia Resna Raniadi mengapresiasi langkah pemerintah untuk melakukan pengenaan pajak pada transaksi aset digital. “Semoga ke depannya diiringi dengan kemudahan bagi kami dalam mengembangkan ekosistem ini, Upbit Indonesia berkomitmen untuk selalu patuh pada peraturan pemerintah,” ucap Resna.
Bahwa dua tahun belakangan menjadi tahun yang menarik bagi perkembangan perdagangan fisik aset kripto di Indonesia. Hingga Februari 2022, nilai transaksinya tumbuh 14,5 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada 2021.
Executive Chairman Digital Banking Institute Bari Arijono menyoroti risiko-risiko baru yang muncul dari pesatnya perkembangan cryptocurrency atau mata uang kripto. Menurutnya dari sisi perekonomian, ekonomi digital yang saat ini digaungkan akan mulai bergeser ke ekonomi distribusi atau ekonomi blockchain.
“Banyak sekali kegiatan menggunakan cryptocurrency dan perkembangannya cukup cepat di Indonesia, ada sekira Rp 400 triliun transaksi dan melebihi Bursa Efek Indonesia. Ini suatu fenomena,” ujarnya dalam webinar “Cyber Crime Emergency: Developing IT Solutions, Behavior, and Awareness In The Banking Ecosystem”, ditulis Senin (30/5/2022).
Karena itu, hal ini harus dilihat secara benar sebagai peringatan, terutama apakah bakal ada risiko digital baru dari besarnya nilai transaksi kripto yang muncul dan bagaimana mitigasinya.
“Dapat dilihat perkembangannya cukup cepat, bagaimana cryptocurrency saat ini sudah ada di depan mata, dan sudah 12 juta pengguna. Baik itu pedagang maupun investor yang aktif menggunakan mata uang digital di jaringan internet tersebut,” kata Bari.
Lebih lanjut, pesatnya perkembangan cryptocurrency pada gilirannya akan membuat bank sentral seperti Bank Indonesia untuk membuat Central Bank Digital Currency (CBDC) atau rupiah digital. “Dengan adanya CBDC, maka risiko (kemanan siber) akan muncul lebih besar lagi,” pungkasnya.