BeritaPerbankan – Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa buka suara soal fenomena banyaknya nasabah super kaya yang memilih memarkirkan uangnya di bank sepanjang tahun 2021 alih-alih berinvestasi atau jadi modal usaha.
Purbaya menjelaskan nasabah kaya raya yang menguasai simpanan di perbankan nasional datang dari kalangan korporasi yang lebih memilih menahan uangnya di bank sembari menunggu ekonomi pulih sepenuhnya.
LPS mencatat adanya kenaikan tiering simpanan perbankan di atas Rp 5 Miliar sebanyak 16,5% secara tahunan (yoy) dan menguasai 51,2% dari total simpanan di perbankan nasional per November 2021.
Dari total simpanan Rp 7.388 Triliun, jumlah simpanan nasabah dengan saldo di atas Rp 5 Miliar mencapai Rp 3.781 triliun. Ketua LPS menjelaskan hal ini akibat nasabah masih menunggu pemulihan ekonomi lebih baik sehingga mereka mengurangi konsumsi dan menahan dulu kegiatan investasi.
“Selain itu, kenaikan harga komoditas berkontribusi dalam meningkatkan simpanan nasabah korporasi. Ini windfall profit yang tinggi selama pandemi,” kata Purbaya, Jumat (7/1).
Meski demikian LPS justru mencatat sejumlah industri memperoleh pendapatan cukup tinggi selama pandemi sehingga simpanan korporasi di perbankan juga ikut naik signifikan.
LPS memproyeksikan pertumbuhan simpanan nasabah di perbankan akan terus bertambah pada tahun 2022. Hal itu didorong oleh pemulihan ekonomi nasional yang lebih masif dan semakin tumbuhnya kepercayaan masyarakat kepada industri perbankan.
Pernyataan LPS ini semakin diperkuat oleh pengakuan sejumlah bank yang mencatat kenaikan simpanan jumbo nasabah prioritas selama tahun 2021.
General Manager Divisi Wealth Management BNI, Henny Eugenia mengatakan jumlah simpanan nasabah prioritas dan private banking yang dikelola BNI naik 10% secara tahunan (yoy). Namun dari segi total dana kelolaan, simpanan kelompok nasabah tajir belum mendominasi.
Meski demikian BNI optimis simpanan orang kaya akan terus tumbuh ditambah dengan masuknya milenial ke dalam kategori ini seiring dengan tingginya minat mereka terhadap produk investasi yang ditunjang dengan fasilitas layanan digital perbankan.
Untuk diketahui bahwa LPS sesuai dengan peraturan perundang-undangan menjamin simpanan nasabah perbankan nasional maksimal Rp 2 Miliar per nasabah per bank baik simpanan rekening tunggal maupun rekening gabungan.
Apabila nasabah memiliki rekening tunggal dan gabungan maka LPS akan menghitung saldo rekening tunggal terlebih dahulu kemudian saldo rekening gabungan yang sudah dibagi secara merata untuk semua pemilik rekening.
Jika jumlah simpanan setelah dihitung melebihi Rp 2 Miliar maka LPS hanya akan memberikan klaim penjaminan sebesar Rp 2 Miliar dan sisanya akan diselesaikan sesuai proses likuidasi bank tersebut.
Nasabah yang berhak mendapatkan pembayaran klaim penjaminan LPS adalah mereka yang dinyatakan memenuhi syarat 3T yaitu tercatat di sistem perbankan, tingkat bunga simpanan tidak melebihi suku bunga penjaminan dan nasabah tidak menyebabkan bank gagal.
LPS akan mengumkan hasil rekonsiliasi dan verifikasi yang membagi nasabah ke dalam dua kategori yaitu simpanan layak dibayar dan simpanan tidak layak dibayar. Nasabah dapat melihat pengumuman di media cetak, laman resmi LPS dan media informasi bank bersangkutan.
Jika nasabah tidak puas dengan keputusan LPS, nasabah bisa mengajukan keberatan ataupun upaya hukum melalui pengadilan.
Pembayaran klaim penjaminan akan dilakukan oleh bank yang ditunjuk oleh LPS. Nasabah simpanan layak bayar wajib mengajukan klaim penjaminan maksimal 5 tahun setelah bank dinyatakan gagal bayar atau ditutup.
Klaim penjaminan bisa hangus apabila nasabah simpanan layak bayar tidak mengajukan permohonan klaim penjaminan kepada bank yang ditunjuk dalam waktu 5 tahun.