BeritaPerbankan – Setelah dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan pada bulan Mei lalu, nasabah PT. BPR Bank Jepara Artha (BJA) mulai mengajukan klaim penjaminan simpanan yang akan dibayarkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melalui program penjaminan simpanan.
LPS tercatat telah mencairkan dana nasabah BJA senilai Rp61,5 miliar bagi 2.900 nasabah yang masuk dalam kategori simpanan layak bayar. Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Jepara, Edy Sudjatmiko mengatakan setelah BJA ditutup, maka pengembalian dana nasabah akan dilakukan oleh LPS sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Simpanan nasabah yang berhak mendapatkan jaminan dari LPS harus memenuhi tiga syarat utama yaitu tercatat dalam sistem pencatatan bank, tidak menerima suku bunga simpanan melebihi tingkat bunga penjaminan dan tidak merugikan bank seperti kasus kredit macet atau tindak pidana perbankan lainnya.
LPS menjamin dana nasabah BJA maksimal Rp2 miliar per nasabah per bank. Dalam waktu lima hari kerja setelah pencabutan izin usaha, LPS telah membayar klaim tahap pertama sebesar Rp61,5 miliar kepada 29.642 nasabah.
Sekretaris LPS, Dimas Yuliharto, menginformasikan bahwa proses verifikasi harus diselesaikan dalam 90 hari kerja, dengan target penyelesaian pada 30 September 2024. LPS memastikan bahwa dana yang digunakan untuk pembayaran klaim berasal dari dana LPS sendiri. Nasabah dapat mengajukan klaim mereka melalui berbagai unit BRI yang ditunjuk sebagai bank pembayar.
OJK dan LPS mengimbau kepada nasabah agar tetap tenang dan tidak terprovokasi oleh pihak-pihak yang mengaku bisa membantu proses klaim lebih cepat dengan imbalan tertentu. Nasabah disarankan untuk selalu memeriksa status simpanan mereka melalui kantor BJA atau situs web resmi LPS.
Sebelumnya pada Mei 2024, OJK secara resmi mencabut izin usaha PT. BPR Bank Jepara Artha (BJA), menyusul kegagalan bank tersebut dalam memenuhi standar kesehatan yang ditetapkan. Keputusan ini diambil setelah BJA gagal menjalani proses penyehatan sejak Desember 2023, ketika statusnya ditempatkan dalam pengawasan intensif. Upaya penyehatan tersebut tidak membuahkan hasil, dan pada April 2024, status pengawasan ditingkatkan menjadi “Bank Dalam Resolusi” karena BJA tidak mampu mengatasi masalah batas maksimum pemberian kredit, permodalan, dan likuiditas sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Keputusan untuk mencabut izin usaha BJA merupakan langkah tegas dari OJK dan LPS dalam menjaga stabilitas sektor perbankan dan melindungi hak-hak nasabah. Meskipun demikian, nasabah diharapkan tetap mempercayai sistem perbankan nasional, mengingat simpanan mereka dijamin oleh LPS dalam program penjaminan simpanan, yang telah dilakukan sejak tahun 2005.
Penyebab BJA Bangkrut
Dalam pertemuan hak interpelasi DPRD Jepara, Pj Bupati Jepara, Edy Supriyanta, mengungkapkan bahwa sebelum izin BJA resmi dicabut oleh OJK, Pemerintah Kabupaten Jepara telah melakukan berbagai upaya penyehatan sesuai regulasi yang ada. Salah satu langkah yang diambil adalah pembentukan Tim Penyehatan pada 14 Desember 2023.
Menanggapi dugaan adanya motif lain terkait penyaluran kredit ke luar daerah, Edy menegaskan bahwa Pemkab Jepara tidak terlibat dalam proses tersebut. Hal ini sejalan dengan ketentuan yang tercantum dalam peraturan OJK Nomor 33 tahun 2018 yang mengatur tugas, wewenang, dan tanggung jawab direksi serta komisaris BPR.
Edy menambahkan, bahwa Pemerintah Kabupaten Jepara telah mengambil langkah hukum untuk memulihkan kerugian yang dialami dengan mengajukan gugatan perdata terhadap pengurus BJA. Proses hukum ini masih berjalan.
“Kami lakukan sesuai kewenangan, sebagaimana diatur PP Nomor 54 tahun 2017 tentang BUMD melalui gugatan perdata kepada pengurus PT BJA dan masih berproses sampai saat ini,” jelasnya.
DPRD Jepara akan segera mengumumkan keputusan hasil hak interpelasi terhadap Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara terkait bangkrutnya Bank Jepara Artha sebelum masa periode jabatan DPRD berakhir.