BeritaPerbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menegaskan komitmennya dalam mengembangkan sistem teknologi informasi (IT) untuk Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan BPR Syariah (BPRS) yang akan mulai digarap pada 2025, dengan nilai anggaran sebesar Rp160 miliar.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, menyampaikan bahwa keamanan siber saat ini bukan lagi sekadar persoalan teknis, melainkan telah menjadi komponen penting dalam manajemen risiko strategis lembaga keuangan.
Purbaya menjelaskan bahwa pengembangan sistem IT ini sebagai bagian dari strategi utama menjaga stabilitas sistem keuangan nasional. Melalui peningkatan infrastruktur teknologi informasi dan kerja sama lintas pemangku kepentingan, LPS berupaya memastikan keamanan dan kenyamanan nasabah dalam menyimpan dana di perbankan.
“LPS memandang keamanan siber sebagai bagian penting dari strategi mitigasi risiko. Kami terus meningkatkan kapasitas internal serta memperkuat kolaborasi dengan para pemangku kepentingan, guna memastikan sistem kami terlindungi dari berbagai potensi serangan yang bisa mengganggu kepercayaan publik terhadap sistem keuangan,” ujar Purbaya dalam keterangan pers di Jakarta, Jumat (4/7/2025).
Seiring berkembangnya teknologi, risiko siber kini menjadi tantangan nyata dan kompleks bagi lembaga di seluruh dunia. Serangan siber tidak hanya berdampak pada sistem operasional, tetapi juga berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi dan merusak reputasi lembaga keuangan.
Melihat tren tersebut, LPS terus membangun kesadaran internal dan eksternal terhadap potensi risiko digital, sebagai bagian dari upaya menyeluruh dalam menjalankan fungsi penjaminan dan resolusi bank secara efektif.
Purbaya menegaskan bahwa proyek pengembangan sistem IT untuk BPR/BPRS sepenuhnya dikelola internal oleh LPS, tanpa melibatkan pihak ketiga. Langkah ini diambil untuk menjaga kendali penuh terhadap integritas dan keamanan data lembaga.
“Kami tidak merencanakan penambahan anggaran. Teknologi keamanan yang kami gunakan sekarang akan langsung diintegrasikan ke dalam sistem BPR, sehingga level keamanannya akan setara,” ungkapnya.
Penerapan sistem ini akan dilakukan secara bertahap. LPS merencanakan peluncuran awal dalam bentuk pilot project dengan melibatkan dua BPR sebagai peserta uji coba. Bila berhasil, cakupan sistem akan diperluas hingga mencakup 100 BPR pada pertengahan 2026 dan terus berkembang di tahun-tahun berikutnya.
Direktur Group Sistem Informasi LPS, Monang Siringoringo, juga memastikan bahwa aspek keamanan menjadi prioritas utama dalam pengembangan sistem ini. Ia menekankan bahwa data nasabah adalah bagian vital dari operasional bank, dan karena itu tidak boleh ada kompromi dalam aspek proteksi.
Monang menyebut LPS kini telah menerapkan teknologi enkripsi mutakhir, yakni Quantum Leap Algorithm, yang masih dalam tahap pengembangan global namun diyakini lebih unggul dibandingkan teknologi konvensional seperti RSA.
“Teknologi ini kami integrasikan dalam sistem IT BPR nanti. Kami ingin sistem ini benar-benar tangguh menghadapi berbagai potensi serangan siber,” jelasnya.
Komitmen LPS terhadap penguatan sistem tidak berdiri sendiri. Berdasarkan data terbaru Indeks Menabung Konsumen (IMK), tercatat adanya peningkatan niat dan kemampuan masyarakat dalam menabung. Pada Juni 2025, IMK mengalami kenaikan 4,8 poin ke level 83,8.
Kenaikan ini ditopang oleh dua indikator utama: Indeks Waktu Menabung (IWM) yang naik ke level 95,3 dan Indeks Intensitas Menabung (IIM) yang meningkat ke angka 72,4. Sementara itu, Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) per Juni 2025 tercatat di angka 99,4, mengalami penurunan tipis sebesar 0,3 poin dari bulan sebelumnya.