BeritaPerbankan – Selama sepuluh tahun terakhir ini, industri perbankan dunia diramaikan dengan kehadiran bank digital atau Neobank yang tumbuh subur di berbagai belahan dunia. Namun ada temuan menarik yang diungkapkan Perusahaan konsultan strategi global asal Jerman, Simon-Kucher & Partners.
Mitra Senior Simon-Kucher, Christoph Stegmeier mengungkapkan selama dua tahun terakhir ini, Bank digital tumbuh sangat pesat. Dalam laporan The Future of Neobanking, how can Neobanks unlock profitable growth? yang dirilis pada Mei 2022 menyebutkan per Januari 2022 jumlah bank digital atau Neobank sebanyak 400 bank, namun kurang dari 5 persen saja yang mampu membukukan keuntungan.
“Bank digital telah tumbuh yang sangat cepat, tetapi pada saat yang sama kami memperkirakan kurang dari 5 persen yang menguntungkan,” kata Christoph Stegmeier, mitra senior Simon-Kucher, dikutip dari Forbes, Rabu (1/6/2022).
Stegmeier menambahkan kurang dari 85 bank digital di Amerika Serikat yang mampu mencapai titik impas atau break even point (BEP). Sementara itu kerugian yang harus ditanggung bank tanpa kantor itu setiap tahunnya adalah US$140 per pelanggan.
Kerugian tersebut diakibatkan oleh kebiasaan sejumlah bank digital yang gemar ‘bakar uang’ dengan promosi jor-joran untuk menarik minat calon nasabah menyimpan uang di bank digital.
Pertumbuhan bank digital yang begitu pesat dalam waktu yang relatif, terutama jika dilihat dari pertumbuhan jumlah pengunduh aplikasi bank tersebut. Akan tetapi apalah arti banyaknya pengunduh jika pada kenyataannya justru sangat sedikit nasabah yang aktif bertransaksi.
Dalam laporan Simon-Kucher disebutkan bahwa secara global kerugian akibat kegiatan promosi besar-besaran yang dilakukan bank digital mencapai setidaknya US$100 juta per tahun, belum lagi ditambah dengan biaya akuisisi yang mahal membuat nilai kerugian semakin membengkak.
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. atau BCA Jahja Setiaatmadja mengungkapkan hal serupa dengan laporan Simon-Kucher.
Menurut Jahja untuk memenangkan persaingan bank digital seharusnya fokus untuk mendapatkan nasabah aktif sebab keuntungan sebuah bank diperoleh dari banyaknya jumlah transaksi bukan seberapa banyak jumlah pelanggan.
Jahja tidak menampik bahwa pesatnya pertumbuhan bank digital tidak terlepas dari strategi promosi besar-besaran yang ditawarkan. Pekerjaan rumah bagi bank digital sekarang adalah bagaimana membuat para pelanggan loyal untuk bertransaksi.
Bank digital juga harus berkolaborasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan profitabilitas. Ketimbang memberikan promosi melalui diskon-diskon besar, Jahja menyarankan perbankan digital fokus untuk menawarkan solusi bagi kebutuhan nasabah.
Jahja mengatakan hal itulah yang dilakukan oleh manajemen BCA. Meskipun perusahaan tetap menawarkan diskon namun tidak seagresif kebanyakan bank digital yang ada. Ia ingin menjaga customer jangka panjang daripada menarik nasabah untuk sesaat.
“Kami memperhatikan usage dan kebutuhan transaksi nasabah. Akuisisi nasabah pada suatu bank tidak sulit, tapi tantangannya adalah menjaga customer relationship jangka panjang.”
Bicara soal promosi bank digital yang menggiurkan juga sempat disinggung oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang menyoroti maraknya bank digital yang memberikan cashback dan bunga simpanan yang tinggi melebihi tingkat bunga penjaminan LPS yang kini berada pada level 3,5 persen untuk simpanan rupiah di bank umum.
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan lembaganya tidak masalah jika bank menawarkan bunga tinggi kepada nasabah namun harus lebih dulu diinformasikan tentang program penjaminan LPS dan syarat simpanan dijamin LPS salah satunya tidak menerima bunga simpanan di atas LPS rate.
Purbaya menegaskan pada dasarnya simpanan di bank digital dijamin LPS jika nasabah memenuhi syarat 3T yaitu tercatat di pembukuan bank, tidak menerima bunga simpanan melebihi tingkat bunga penjaminan LPS dan tidak menyebabkan bank gagal.