Berita Perbankan – Ketika bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve, atau yang lebih dikenal sebagai The Fed, melakukan perubahan dalam kebijakan moneternya, dampak yang ditimbulkan dapat merambat hingga ke pasar valuta asing, terutama dalam dinamika suku bunga simpanan valuta asing (SBP). Kebijakan moneter The Fed dapat memengaruhi tingkat suku bunga di berbagai sektor ekonomi, termasuk investasi valuta asing.
Meskipun kebijakan moneter AS ini menimbulkan ketidakpastian global, namun Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa memastikan kondisi likuiditas valas masih relatif terjaga.
“Suku bunga kebijakan global khususnya Fed rate yang masih naik dan potensial dipertahankan tinggi berdampak pada laju kenaikan SBP valuta asing. Meski demikian, kondisi likuiditas valuta asing perbankan yang relatif terjaga mendorong kenaikan SBP valas lebih moderat,” ungkap Purbaya, Jumat (29/9/2023).
Purbaya mengatakan pada periode observasi yang sama, terdapat peningkatan sebesar 25 basis poin (bps) dalam SBP simpanan valas, sehingga mencapai 1,86 persen, jika dibandingkan dengan Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) yang ditetapkan pada Mei 2023.
Purbaya memastikan bahwa LPS terus mengawasi perkembangan suku bunga simpanan bank nasional, termasuk yang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. Dia menyatakan bahwa terdapat kenaikan sebesar lima bps pada simpanan rupiah di SBP, sehingga mencapai 3,29 persen jika dibandingkan dengan situasi pada Mei 2023.
“Hal ini menunjukkan perbankan masih dalam tahap transisi penyesuaian, dan merespon langkah kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral, baik Bank Indonesia maupun bank sentral global utama,” jelas Purbaya.
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) meramalkan bahwa Federal Funds Rate (FFR) masih berpotensi mengalami kenaikan lebih lanjut. Gubernur BI, Perry Warjiyo, menjelaskan bahwa tingkat ketidakpastian dalam ekonomi global saat ini masih relatif tinggi, sehingga ada kemungkinan The Fed akan terus meningkatkan suku bunga acuan.
“FFR kemungkinan akan naik sekali lagi, kemungkinan pada awal November 2023. Tapi probabilitasnya memang ini kemungkinan kenaikan yang terakhir pada awal November nanti,” kata Perry.
Perry menyatakan bahwa BI akan melakukan evaluasi bulanan secara berkelanjutan dengan mempertimbangkan data terbaru, termasuk informasi dari The Fed serta proyeksi inflasi dan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) yang disusun oleh BI.