BeritaPerbankan – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,12 persen secara bulanan pada September 2024. Pelaksana tugas Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menyatakan bahwa ini merupakan deflasi kelima berturut-turut di tahun 2024 dan yang terdalam dalam lima tahun terakhir di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
“Secara historis, deflasi pada September 2024 merupakan yang terdalam dalam lima tahun terakhir untuk bulan yang sama, dengan tingkat deflasi 0,12 persen secara bulanan (month-to-month/mtm),” ujar Amalia dalam konferensi pers di Kantor BPS, Jakarta Pusat, Selasa (1/10).
Ia juga menambahkan bahwa deflasi September 2024 ini lebih dalam dibandingkan Agustus, serta menjadi deflasi bulanan kelima di tahun 2024. Deflasi pertama di tahun ini terjadi pada Mei 2024 sebesar 0,03 persen, yang kemudian semakin dalam pada Juni dengan 0,08 persen dan Juli dengan 0,18 persen. Meskipun pada Agustus 2024 deflasi sedikit membaik ke level 0,03 persen, deflasi kembali memburuk di September.
Menurut Amalia, deflasi dalam lima bulan terakhir terutama disebabkan oleh penurunan harga komoditas yang bergejolak. Ia juga menjelaskan bahwa pada September 2024 terjadi penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi, di mana bensin dan solar mengalami deflasi masing-masing sebesar 0,72 persen dan 0,74 persen. Penurunan harga bensin menyumbang deflasi sebesar 0,04 persen, yang merupakan penurunan terdalam sejak Desember 2023.
Selain itu, kelompok makanan, minuman, dan tembakau juga berkontribusi signifikan terhadap deflasi, dengan deflasi sebesar 0,59 persen pada September 2024, menyumbang 0,17 persen dari total deflasi.
Sebagian besar provinsi di Indonesia juga mengalami deflasi, dengan 24 dari 38 provinsi mencatat deflasi. Deflasi terdalam 0,92 persen terjadi di Provinsi Papua Barat, sedangkan Maluku Utara dengan 0,56 persen mencatat deflasi tertinggi.
Meskipun mengalami deflasi, Indonesia mencatat inflasi sebesar 1,84 persen secara year-on-year (yoy), dan inflasi sebesar 0,74 persen secara tahun kalender (year-to-date/ytd).