BeritaPerbankan – Baru-baru ini, media sosial ramai dengan cuplikan video yang menunjukkan bahwa produk pangan bernama “tuyul,” “tuak,” “beer,” dan “wine” telah mendapatkan sertifikat halal dari BPJPH Kementerian Agama.
Hal ini memicu pertanyaan dari publik mengenai kehalalan produk-produk tersebut. Menanggapi hal ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) melakukan penyelidikan dan mengadakan pertemuan untuk mendapatkan kejelasan.
Berikut adalah beberapa fakta mengenai produk-produk dengan nama “tuyul” hingga “beer” yang memperoleh sertifikasi halal dari Kemenag:
- Sertifikasi Halal Melalui Self Declare
Hasil investigasi MUI menunjukkan bahwa produk-produk ini mendapatkan Sertifikat Halal dari BPJPH melalui jalur self declare, yaitu pernyataan mandiri. Dengan metode ini, produk tersebut memperoleh sertifikat halal tanpa melalui audit dari Lembaga Pemeriksa Halal dan tanpa penetapan kehalalan oleh Komisi Fatwa MUI.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Miftahul Huda, mengingatkan bahwa sertifikasi halal yang dilakukan dengan metode self declare memiliki risiko tertentu. Oleh karena itu, proses tersebut harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan teliti, serta mematuhi standar halal yang ditetapkan.
“Para pihak yang terlibat dalam sertifikasi halal, terutama yang menggunakan jalur self declare, harus lebih berhati-hati dan cermat, serta memastikan bahwa produk tersebut benar-benar halal dan proses produksinya sederhana,” ungkap Huda.
- Nama Produk Melanggar Fatwa MUI
Asrorun Niam Sholeh, Ketua MUI Bidang Fatwa, menambahkan bahwa nama-nama produk tersebut tidak sesuai dengan standar fatwa MUI. Oleh karena itu, MUI menyatakan tidak bertanggung jawab atas klaim kehalalan produk-produk ini. Ia berencana untuk berkoordinasi dengan BPJPH Kemenag untuk mencegah terulangnya kasus serupa. “Penerbitan Sertifikat Halal untuk produk-produk ini tidak melalui MUI dan bertentangan dengan fatwa MUI mengenai standar halal,” tegasnya.
Berdasarkan Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 tentang Standarisasi Halal, terdapat empat kriteria dalam penggunaan nama dan bahan, yang menyatakan bahwa nama dan/atau simbol makanan atau minuman tidak boleh mengarah pada kekufuran atau kebatilan.
Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH Kemenag, Mamat Salamet Burhanudin, menjelaskan bahwa masalah ini lebih kepada penamaan produk. Ia menegaskan bahwa kandungan dari produk-produk tersebut adalah halal.
“Masyarakat tidak perlu ragu bahwa produk yang sudah bersertifikat halal terjamin kehalalannya, karena telah melalui proses sertifikasi halal sesuai mekanisme yang berlaku,” kata Mamat dalam keterangannya pada Selasa (1/9).
- Perbedaan Pendapat Ulama Mengenai Nama Produk
Mamat juga menyatakan bahwa nama-nama produk yang kontroversial ini mencerminkan perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai penggunaan nama dalam sertifikasi halal. Perbedaan tersebut hanya berkaitan dengan apakah nama-nama yang dianggap tidak pantas diperbolehkan atau tidak, tetapi tidak memengaruhi aspek kehalalan zat dan proses produksinya.
Ia menyebutkan bahwa masih ada beberapa produk dengan nama-nama yang kontroversial yang telah mendapatkan sertifikat halal. Misalnya, ada 61 produk yang menggunakan nama “wine” dan mendapatkan sertifikat halal dari Komisi Fatwa MUI, sementara Komite Fatwa menetapkan 53 produk dengan nama yang sama. Selain itu, ada 8 produk dengan nama “beer” yang sertifikat halalnya dikeluarkan oleh Komisi Fatwa MUI dan 14 produk lainnya dari Komite Fatwa.