Berita Perbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), menyatakan terdapat peningkatan simpanan perbankan sebesar 6,4 persen pada bulan September 2023 jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (year on year/yoy), mencapai total sebesar Rp 8.203 triliun.
Dana pihak ketiga (DPK) di atas Rp 5 miliar tercatat masih mendominasi nilai simpanan nasabah perbankan per September 2023. Berdasarkan laporan LPS, nilai simpanan nasabah di atas Rp5 miliar mencapai Rp4.331 triliun yang setara dengan 52,8 persen dari total simpanan nasabah bank umum.
Secara tahunan, pertumbuhan simpanan dengan tier di atas Rp5 miliar, mencapai 7,8 persen year on year (yoy). Disusul oleh tier Rp2 miliar hingga Rp5 miliar dengan pertumbuhan sebesar 7,5 persen yoy, dan tier Rp200 juta hingga Rp500 juta dengan pertumbuhan 6,1 persen yoy. Selama periode 3 tahun terakhir, tercatat pertumbuhan paling tinggi pada simpanan jumbo di atas Rp5 miliar, mencapai 30,9 persen.
Herman Saheruddin, Direktur Group Riset Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), menyampaikan bahwa persentase simpanan dengan nilai di atas Rp5 miliar mengalami pertumbuhan sebesar 7,82 persen pada bulan September 2023. Jika diurai berdasarkan pemiliknya, dana pihak ketiga (DPK) di atas Rp5 miliar berasal dari korporasi swasta sebesar 49,14 persen, perseorangan sebesar 17,92 persen, BUMN dan BUMD 11,46 persen, pemerintah pusat dan daerah 11,78 persen, serta golongan lainnya sebesar 9,70 persen.
“Ini korporasi swasta di atas 49,14 persen, BUMN dan BUMD 11,46 persen, ini kalau dijumlah sekitar 60 persen, ditambah pemerintah daerah 11,78 persen. Jadi Rp5 miliar itu kebanyakan dari korporasi,” kata Herman.
Herman mengatakan simpanan dengan nilai di atas Rp5 miliar pada tahun ini menunjukkan pertumbuhan yang fluktuatif, mencapai 7,69 persen pada bulan Juli, 6,79 persen pada Agustus, dan 7,82 persen pada September. Hal ini kontras dengan pertumbuhan dua digit pada masa COVID-19, Herman menyatakan bahwa pertumbuhan simpanan di atas Rp5 miliar tahun ini mencerminkan kecenderungan nasabah yang kembali mengalokasikan dananya untuk investasi pasca pandemi.
Menurutnya, saat ini masyarakat sudah mulai percaya diri untuk menggunakan dana simpanan mereka untuk konsumsi, investasi dan ekspansi bisnis di tengah kondisi pemulihan ekonomi yang terus menunjukkan hasil yang positif. Hal ini juga berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
“Kalau dulu pada saat COVID-19, simpanan di atas Rp5 miliar korporasi itu tumbuh tinggi banget karena mereka tidak investasi,” ujarnya.
Herman Saheruddin menyatakan bahwa pertumbuhan simpanan yang terlalu tinggi justru dapat mengindikasikan stagnasi ekonomi karena rendahnya tingkat konsumsi masyarakat dan sektor riil, yang menghambat pertumbuhan ekonomi. Situasi serupa pernah terjadi saat pandemi Covid-19 dengan penerapan PSBB, di mana pertumbuhan simpanan di perbankan naik dua digit, namun di sisi lain ekonomi Indonesia justru mengalami penurunan akibat pembatasan aktivitas.
“Simpanan yang terlalu tinggi ini berbahaya bagi ekonomi. Bayangkan jika seluruh negara hanya menabung, ekonominya akan mengalami penurunan. Waktu pandemi Covid-19, meskipun simpanan tumbuh dua digit, produk domestik bruto mengalami penurunan. Ini adalah paradoks dari penyimpanan,” jelasnya.
Selama pandemi Covid-19, pertumbuhan simpanan perbankan mencapai 10,9 persen (yoy) pada akhir 2020, dan pertumbuhan simpanan tier di atas Rp 5 miliar melonjak 14,2 persen (yoy). Meskipun demikian, pada kuartal IV 2020, terjadi penurunan PDB sebesar -2,19 persen (yoy) akibat pertumbuhan simpanan yang tinggi.