BeritaPerbankan – Kementerian Koperasi dan UKM mendukung pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) bersama Komite XI DPR RI.
Deputi Bidang Perkoperasian KemenKopUKM Ahmad Zabadi menyambut baik RUU PPSK dibahas untuk memperkuat sektor keuangan. Salah satu dari 12 isu yang dibahas adalah tentang koperasi.
Meskipun mendukung RUU PPSK namun ada sejumlah poin yang menjadi keberatan dari pemerintah yang wakili oleh KemenkopUKM.
Diantaranya pengaturan yang menempatkan koperasi dalam sistem keuangan formal di bawah penguasaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Dalam rapat pembahasan yang kami bersama Komisi XI DPR, disebutkan dalam pengaturan RUU PPSK ini menempatkan koperasi dalam sistem keuangan formal atau lebih kita sebut dalam penguasaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” jelasnya dalam Webinar Hari Koperasi Tahun 2022 bertajuk Mewujudkan hadirnya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk pengembangan Modernisasi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) secara daring, Kamis, 21 Juli 2022.
Dengan peraturan tersebut maka OJK memiliki kewenangan dari hulu sampai hilir yaitu mulai dari pembentukan koperasi hingga pembubaran koperasi simpan pinjam.
Menurut Zabadi koperasi memiliki karakteristik yang berbeda dengan perbankan. Seperti diketahui OJK memiliki kewenangan menutup atau mencabut izin usaha perbankan.
“Namun dalam penjelasannya, kami menegaskan untuk menolak dan memberikan keberatan dengan rumusan yang disampaikan. Kami juga menjelaskan pandangan terhadap penolakan tersebut. Bahwa saat ini, sistem keuangan formal dalam kuasa OJK layaknya perbankan yang melayani pembiayaan bagi masyarakat. Sementara dari data secara empirik baru sekitar 19,8 juta dari 65 juta pelaku UMKM yang terakses ke pembiayaan perbankan,” sebutnya.
Zabadi merekomendasikan pembentukan OJK khusus koperasi dalam RUU PPSK, yang nantinya akan menjadi lembaga independen pengawas koperasi.
Lembaga tersebut ditambahkan Zabadi tidak berada di bawah KemenkopUKM melainkan lembaga yang setara dengan OJK yang sudah ada.
“Kami tegaskan lembaga ini tidak di bawah KemenKopUKM, tetapi ini adalah suatu badan yang setara dengan OJK saat ini, tetapi khusus untuk koperasi,” ungkapnya.
Selanjutnya Zabadi juga mendorong terbentuknya LPS khusus koperasi yang menjamin simpanan anggota koperasi sehingga masyarakat merasa lebih aman dan nyaman memanfaatkan jasa keuangan koperasi.
KemenkopUKM merekomendasikan pembentukan lembaga baru di luar LPS yang sekarang bertugas menjamin simpanan nasabah.
“Kehadiran LPS khusus bagi koperasi ini diharapkan bisa menjadi pilihan yang memberikan ruang-ruang fleksibilitas yang tinggi tetap dengan mengedepankan aspek prudential (kehati-hatian) simpanan anggota koperasi, karena inilah saya kira yang menjadi satu isu penting,” tegas Zabadi.
Satu hal lagi yang menjadi sorotan KemenkopUKM adalah perlakuan yang kurang adil terhadap koperasi. Menurut Zabadi lembaga keuangan seperti perbankan dan asuransi tidak bisa dipailitkan selain oleh otoritas seperti Bank Indonesia, OJK dan Kementerian Keuangan.
Sementara itu koperasi bisa dipailitkan oleh anggota maupun non anggota yang merasa dirugikan oleh koperasi tersebut. Pihak ketiga seperti mitra koperasi yang merasa dirugikan juga dapat mengajukan kepailitan koperasi dengan pengajuan minimal oleh dua orang.
Hal itu dikatakan Zabadi memicu instabilitas koperasi. Ia mengharapkan ada perlakuan yang sama soal kepailitan koperasi dengan lembaga keuangan lainnya. Keputusan mempailitkan koperasi hanya bisa dilakukan oleh pemegang otoritas.
“Untuk itu kami meminta soal kepailitan ini agar koperasi equal perlakuannya seperti yang sistem keuangan perbankan di mana juga tidak bisa dipailitkan kecuali oleh pemegang otoritas,” tegas Zabadi.