BeritaPerbankan – Ketua Dewan Pengurus AAJI, Budi Tampubolon, dalam webinar yang diadakan oleh Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) dan LPS pada hari Jumat, 21 Juni 2024, mengungkapkan bahwa Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) telah mengajukan beberapa usulan mengenai skema penjaminan polis kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi.
Dalam rangka persiapan Program Penjaminan Polis (PPP), LPS terus menjalin komunikasi dengan sejumlah pihak, termasuk asosiasi pelaku asuransi untuk mendapatkan berbagai masukan yang akan menjadi pertimbangan dalam menyusun aturan-aturan dalam pelaksanaan PPP, yang dijadwalkan akan mulai beroperasi pada Januari 2028 mendatang.
Pertama, AAJI mengusulkan agar aset investasi dari pemegang polis unitlink tidak dimasukkan dalam dana penjaminan pemegang polis. Selanjutnya, pihaknya mengusulkan agar manfaat yang dijaminkan dibatasi hanya sampai dengan nilai Own Retention (OR) dari masing-masing perusahaan asuransi.
Ketiga, Budi meminta jumlah iuran untuk program penjaminan juga disesuaikan dengan tingkat kesehatan dan kehati-hatian setiap perusahaan. Keempat, AAJI mengusulkan agar penjaminan difokuskan pada aspek proteksi, terutama untuk polis unitlink. Selain itu, mereka menyarankan agar dana penjaminan polis menggantikan peran statutory deposit yang saat ini berlaku.
Kelima, usulan untuk memulai keanggotaan dengan membatasi hanya pada perusahaan asuransi yang memiliki tingkat Risk-Based Capital (RBC) minimal 180% (telah diaudit). Ini bertujuan untuk memastikan bahwa hanya perusahaan yang benar-benar sehat yang dapat bergabung dalam skema penjaminan tersebut.
“Dengan demikian, risiko kegagalan perusahaan asuransi dapat diminimalkan, sehingga memberikan perlindungan yang lebih baik bagi para pemegang polis,” jelas Budi.
Keenam, AAJI juga mengusulkan agar iuran yang dibayarkan kepada LPS dapat dihitung berdasarkan iuran yang telah disetor ke OJK. Terakhir, AAJI menyarankan agar perusahaan asuransi cukup melaporkan kepada OJK, sedangkan LPS dapat berkoordinasi dengan OJK untuk pengawasan dan informasi lebih lanjut.
“Dengan adanya skema penjaminan yang jelas dan terukur, diharapkan industri asuransi dapat berkembang dengan lebih sehat dan berkelanjutan,” ujarnya.
Seperti diketahui bahwa dalam Program Perlindungan Penjaminan Polis (PPP) berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), LPS bertanggung jawab untuk menjamin polis asuransi dan mengelola likuidasi perusahaan asuransi.
Program ini bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada pemegang polis, tertanggung, atau peserta dari perusahaan asuransi yang kehilangan izin usahanya karena masalah keuangan. Setiap perusahaan asuransi yang menjadi peserta PPP harus memenuhi standar kesehatan tertentu.
Proses seleksi perusahaan asuransi yang dapat bergabung dalam program ini dilakukan oleh LPS, dengan penilaian keuangan perusahaan asuransi yang sehat atau tidak sehat disinkronkan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).