BeritaPerbankan – Jumlah kelas menengah di Indonesia semakin menyusut akibat tekanan kenaikan harga bahan pangan dan penurunan pendapatan. Tekanan ini terlihat dari meningkatnya pengeluaran untuk pangan, turunnya penjualan kendaraan bermotor, bertambahnya pekerja informal, dan pesimisme terhadap ekonomi Indonesia.
Ekonom senior dan mantan Menteri Keuangan, Chatib Basri, menyatakan bahwa jumlah kelas menengah Indonesia telah menurun sejak 2019. Dengan batas garis kemiskinan tahun 2024 sebesar Rp 550.000, kategori kelas menengah menurut Chatib adalah mereka yang memiliki pengeluaran Rp 1,9 juta-Rp 9,3 juta per bulan.
Aspiring Middle Class (AMC) mencakup masyarakat yang pengeluarannya 1,5-3,5 kali di atas garis kemiskinan, atau Rp 825.000-Rp 1,9 juta. Sedangkan kelompok rentan adalah mereka yang pengeluarannya 1-1,5 kali di atas garis kemiskinan, atau Rp 550.000-Rp 825.000 per bulan.
Data Bank Dunia menunjukkan bahwa pada 2018, kelas menengah mencapai 23% dari populasi, pada 2019 turun menjadi 21% dan turun lagi menjadi 17% pada 2023. Sementara itu AMC naik hingga 49%, dan kelompok rentan naik hingga 23%. Artinya, sejak 2019, sebagian kelas menengah turun menjadi AMC, dan AMC turun menjadi kelompok rentan.
Indikator penurunan jumlah kelas menengah bisa dilihat dari 4 poin berikut ini:
- Himpitan Lonjakan Bahan Pangan
Data Mandiri Spending Index (MSI) menunjukkan bahwa porsi pengeluaran untuk bahan makanan meningkat dari 13,9% pada Januari 2023 menjadi 27,4% pada Juli 2024, sebagian besar karena lonjakan harga bahan pangan terutama beras. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) , inflasi harga beras mencapai 13,76% (yoy) pada Agustus 2023, menjadi yang tertinggi sejak Juni 2012.
- Akibat PHK, Jumlah Pekerja Informal Melonjak
Data BPS menunjukkan bahwa jumlah pengangguran di Indonesia meningkat sebesar 2,67 juta menjadi 9,77 juta (7,07%) pada Agustus 2020 dari 7,1 juta (5,35%) pada Agustus 2019. PHK ini menyebabkan peralihan dari pekerja formal ke informal, dengan proporsi pekerja informal meningkat dari 55,88% pada Agustus 2019 menjadi 59,17%.
Banyaknya pekerja informal menunjukkan bahwa angkatan kerja tidak terserap oleh lapangan kerja formal. Pekerja informal rentan karena tidak memiliki pendapatan yang pasti, banyak yang tidak dilindungi asuransi, dan kesulitan mengakses keuangan untuk modal atau kredit.
Ekonom BCA, Barra Kukuh Mamia, menjelaskan bahwa penurunan pengangguran Indonesia saat ini banyak ditopang oleh lapangan kerja informal. Banyak yang kehilangan pekerjaan di pabrik beralih menjadi supir taksi/ojek online atau bekerja di e-commerce. Pekerja informal sangat rentan, terutama jika sakit, karena tidak memiliki tabungan atau jaminan keuangan yang memadai.
- Kredit Kendaraan Menurun
Data Gaikindo menunjukkan bahwa penjualan motor pada Januari-Juni 2024 mencapai 3,17 juta unit, naik 49% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sebaliknya, penjualan mobil turun 19,4% menjadi 408.012 unit pada Januari-Juni 2024.
“Pembelian mobil baru menurun. Orang membeli mobil bekas, atau bahkan beralih ke sepeda motor. Data ini menunjukkan bahwa daya beli kelas menengah bawah memang tergerus,” tutur Chatib.
- Makan Tabungan Jadi Solusi?
Data Mandiri Spending Index menunjukkan bahwa penggunaan tabungan (mantab) sangat terasa di kalangan menengah bawah. Tingkat belanja untuk kelompok bawah (dengan rata-rata tabungan < Rp1 juta) cenderung meningkat, sementara tabungan mereka terkikis.
Persepsi penurunan pendapatan pada 2024 juga nampak dari Indeks tabungan kelas menengah yang turun dari 100 pada Januari 2023 menjadi 96,6 pada Juni 2024, sedangkan konsumsi naik dari 120 pada Januari 2023 menjadi 122 pada Juni 2024.
Indeks Tabungan masyarakat kelas bawah yang turun dari 100 pada Januari 2023 menjadi 41,8 pada Juni 2024 sedangkan konsumsi mereka naik dari 90 pada Januari 2023 menjadi 109,1 pada Juni 2024.