BeritaPerbankan – Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgievas mengungkapkan bahwa dolar AS secara bertahap telah kehilangan statusnya sebagai mata uang cadangan utama dunia. Data Komposisi Mata Uang Cadangan Devisa (COFER) IMF menunjukkan dolar AS menyumbang 58,36% dari cadangan devisa global pada kuartal keempat tahun lalu.
Fenomena dedolarisasi ini didorong oleh perubahan dinamika ekonomi global, termasuk sanksi AS untuk Rusia. Tren dedolarisasi diyakini dapat menguntungkan ekonomi lokal dalam beberapa cara. Aksi beberapa negara Asia merupakan buntut dari kebijakan China dan Brasil yang lebih dahulu menyerukan niat meninggalkan dolar.
Sejumlah negara, termasuk Indonesia dalam upaya mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS, menyepakati kerja sama untuk mendorong penggunaan mata uang lokal masing-masing negara dalam transaksi bilateral contohnya antara Indonesia dan Korea Selatan.
BI juga telah menyelesaikan perjanjian kerja sama penggunaan transaksi mata uang lokal atau local currency settlement (LCS), termasuk pembayaran lintas negara atau cross border payments dengan India.
Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan dolar AS masih menjadi mata uang favorit, kendati banyak negara mewacanakan untuk mengganti mata uang tersebut atau dikenal dengan gerakan dedolarisasi.
Purbaya mengatakan bahwa dolar AS beberapa kali menangkis perkiraan pengamat. “Orang masih suka dolar, sebagian besar masih pakai dolar, 80% lebih. Suplai di pasar cukup, dolar simpanan masih cukup baik. Tidak ada gerakan atau pergerakan bahwa kita atau orang-orang meninggalkan dolar ” katanya.