BeritaPerbankan – Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa yang digelar pada hari Senin (27/9/2021) mengesahkan perubahan nama PT Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk (AGRO) menjadi Bank Raya. Tidak sekedar merubah nama, BRI Agroniaga merubah identitasnya menjadi bank digital dengan nama Bank Raya.
Direktur Utama AGRO Kaspar Situmorang mengatakan bahwa Bank Raya berpotensi meningkatkan gig economy dengan potensi perputaran uang mencapai Rp. 4000 triliun pada tahun 2025. Bank Raya berkomitmen untuk mengembangkan infrastruktur digital beserta ekosistemnya, sehingga Bank Raya bisa melepaskan imej BRI Agro yang lekat dengan sebutan bank sawit.
Transformasi BRI Agro menjadi Bank Raya telah mengantongi izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sehingga Bank Raya sudah bisa melakukan pembukaan rekening bagi nasabah sepenuhnya secara digital.
Bank Raya menggunakan teknologi biometrik untuk mengidentifikasi nasabah, tanpa harus video call dan berbicara dengan customer service.
Gig economy atau pekerja informal menjadi pangsa pasar utama bagi Bank Raya untuk meningkatkan jumlah nasabah, yang sebelumnya mereka memiliki akses yang terbatas ke penyedia jasa perbankan.
Kaspar menambahkan bahwa di era sekarang ini perbankan tidak hanya fokus pada korporasi, melainkan customer experience yang akan menjadi ujung tombak digital perbankan.
Perjalanan BRI Agroniaga Hingga Menjadi Bank Raya
Sebelum menjadi Bank Raya yang berfokus pada digital perbankan, masyarakat lebih dulu mengenal BRI Agroniaga atau BRI Agro.
Perusahaan yang bergerak di bidang perbankan ini didirikan pada tanggal 27 September 1989. Dahulu perusahaan tersebut dimiliki oleh DAPENBUN (Dana Pensiun Perkebunan Nusantara).
Pada tahun 2011 BRI mengakuisisi bank perkebunan tersebut. Kemudian pada tahun 2012 berubah nama menjadi BRI Agroniaga.
PT Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk (AGRO) melantai di bursa efek Indonesia untuk pertama kalinya pada tahun 2003.
Pada tanggal 27 September 2021 BRI Agro bertransformasi menjadi bank digital dengan nama Bank Raya. Menyasar nasabah dari kalangan gig economy atau pekerja informal, Bank Raya optimis akan menjadi bank digital andalan para pekerja sektor informal, sebut saja pengemudi ojek online, penulis lepas, vlogger, content creator, pengusaha bisnis online, dan masih banyak lagi.
Bank Raya dalam pemaparannya mengatakan bahwa segmen gig economy mengalami pertumbuhan selama pandemi COVID-19 sebesar 1,94 juta yang mampu mengkompensasi hilangnya pekerjaan penuh waktu akibat banyaknya perusahaan yang tidak sanggup lagi memperkerjakan karyawannya.
Masyarakat yang tadinya bekerja kantoran kini banyak beralih profesi menjadi pengusaha, pedagang, content creator dan jenis pekerjaan lain yang berbasis teknologi dan bisa dikerjakan di rumah.
Bank Raya hadir untuk mengakomodir kebutuhan layanan perbankan untuk para pekerja informal tersebut dengan sistem perbankan digital yang diklaim akan lebih efektif dan efisien, nasabah tidak perlu membuang waktu untuk antre demi melakukan berbagai transaksi di kantor cabang. Cukup dengan aplikasi di ponsel pintar dan jaringan internet.
Kaspar memprediksi jumlah pekerja sektor informal akan tumbuh sebesar 74,81 juta pekerja pada tahun 2025 dengan perputaran uang sebesar Rp. 4000 triliun. Bank Raya siap menjadi mitra bagi para nasabah yang mendambakan kemudahan, kenyamanan dan keamanan dalam layanan digital perbankan.
Sebagai informasi Bank Raya sudah terdaftar dan diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta menjadi anggota Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) untuk melindungi dana nasabah yang disimpan di bank.