Berita Perbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) semakin gencar melakukan sosialisasi peran dan fungsi LPS berdasarkan amanat Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), yang telah disahkan pada 12 Januari 2023.
Terbaru, LPS berkolaborasi dengan insan media di wilayah Joglosemar (Jogjakarta, Solo, dan Semarang) dalam acara LPS Media Gathering 2023 yang digelar di Jogjakarta, Jum’at (4/8).
Dalam acara tersebut LPS menyosialisasikan tugas baru LPS yaitu melaksanakan program penjaminan polis (PPP). Sesuai dengan mandat UU P2SK, PPP akan mulai dilakukan pada 12 Januari 2028 atau lima tahun terhitung sejak UU P2SK disahkan.
Sejumlah persiapan terus dilakukan LPS. Terbaru, LPS mengumumkan telah melakukan perubahan dalam struktur organisasi LPS dengan pembidangan Anggota Dewan Komisioner (ADK) khusus program penjaminan polis, agar pelaksanaan tugas baru ini berjalan efektif dan tidak tercampur dengan program penjaminan simpanan yang telah terlebih dahulu dilakukan LPS sejak tahun 2005.
“Sosialisasi ini terutama terkait dengan perubahan utama pengaturan terkait LPS sebagaimana yang tercantum di dalam UU P2SK, di antaranya terkait Penjaminan dan Resolusi Bank, Kelembagaan dan Perluasan Wewenang, Program Penjaminan Polis dan Penempatan Dana,” ujar Plt. Kepala Kantor Persiapan Penyelenggaraan Program Restrukturisasi Perbankan (PRP) dan Hubungan Kelembagaan, Hermawan Wibowo saat membuka acara LPS Media Gathering 2023, di Jogjakarta Jumat (4/8/2023).
LPS menegaskan program penjaminan polis akan memiliki regulasi yang ketat, di mana hanya perusahaan asuransi yang sehat, yang dapat menjadi peserta program penjaminan polis agar tidak terjadi moral hazard.
Oleh karena itu, LPS mendorong industri perbankan mulai melakukan upaya penyehatan perusahaan, mulai dari manajemen risiko, tata kelola perusahaan dan kesehatan keuangan perusahaan.
Dalam kesempatan itu, Hermawan juga memaparkan tugas baru LPS yaitu melakukan resolusi bank. LPS telah menyiapkan sejumlah instrumen resolusi bank. Di antaranya mekanisme Likuidasi atau metode resolusi dengan cara menjual aset-aset milik Bank Dalam Resolusi (BDR) guna menyelesaikan kewajiban-kewajiban yang dimiliki oleh bank. Lalu, Penyertaan Modal Sementara (PMS) atau memberikan tambahan modal kepada BDR dengan tujuan untuk diselamatkan.
Selanjutnya, metode Purchase and Assumption yang melibatkan pemindahan sebagian atau keseluruhan aset serta kewajiban dari BDR ke bank penerima. Terakhir, melalui pendekatan Bridge Bank, yaitu memindahkan sebagian atau seluruh aset dan kewajiban BDR ke Bank Perantara, yang merupakan bank yang dibentuk oleh LPS.
“Berbagai metode tersebut adalah metode yang dipilih LPS, untuk melakukan penanganan atau penyelesaian permasalahan bank yang tidak dapat disehatkan oleh otoritas terkait dan diserahkan kepada LPS,” ujarnya.
Dalam acara tersebut, Sekretaris Lembaga LPS, Dimas Yuliharto, turut menguraikan tantangan-tantangan dalam bidang keuangan pada saat ini. Beberapa di antaranya melibatkan kurangnya pemahaman dalam literasi keuangan dan ketidakseimbangan dalam mengakses layanan keuangan yang dapat dijangkau oleh semua kalangan masyarakat, terutama dalam menghadapi perkembangan teknologi.
Oleh karena itu, usaha berkelanjutan diperlukan guna meningkatkan indeks literasi keuangan masyarakat dan akses terhadap produk dan layanan keuangan. LPS juga mengapresiasi peran insan media dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya memahami literasi keuangan di tengah maraknya kasus-kasus penipuan yang merugikan masyarakat.
Dalam setiap kesempatan bertemu masyarakat, LPS juga senantiasa memberikan pemahaman tentang Program Penjaminan simpanan serta peran dan fungsi LPS. Dengan begitu LPS berharap masyarakat tidak khawatir untuk mengakses produk dan layanan perbankan, karena simpanan nasabah perbankan dijamin oleh LPS hingga Rp 2 miliar per nasabah per bank.
“Kami pun sangat menghargai kolaborasi bersama insan media terlebih dengan adanya kegiatan semacam ini, matur suwun rekan-rekan semua,” pungkas Dimas.
Selama beroperasi dari tahun 2005 hingga saat ini, LPS telah membayar klaim penjaminan dari 118 BPR/BPRS dan 1 Bank Umum. Selanjutnya, LPS juga berhasil mengatasi situasi krisis pada 1 bank umum dengan menggunakan metode Penempatan Modal Sementara (PMS), yang kemudian berhasil dijual kepada investor pada tahun 2014. Total nilai klaim penjaminan yang telah disalurkan sejak tahun 2005 hingga saat ini tercatat mencapai 1,75 triliun rupiah (dalam bentuk simpanan layak bayar). Sementara itu jumlah simpanan tidak layak bayar sebesar Rp 372 miliar. Hal ini diakibatkan simpanan nasabah tidak memenuhi syarat dan ketentuan program penjaminan LPS.
Syarat tersebut meliputi pencatatan dana nasabah di sistem pembukuan bank, tidak menerima suku bunga simpanan melebihi tingkat bunga penjaminan dan tidak membuat bank merugi seperti terlibat fraud atau kredit macet. Nilai penjaminan yang diberikan LPS maksimal hingga Rp 2 miliar per nasabah per bank.