BeritaPerbankan – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa industri pinjaman online (pinjol) fintech P2P lending mengalami kerugian selama periode Januari-Maret 2024, meskipun pada tahun sebelumnya berhasil mencatat laba.
Hingga Maret 2024, kerugian setelah pajak mencapai Rp 27,32 miliar, lebih rendah dibandingkan dengan kerugian pada Januari dan Februari yang masing-masing sebesar Rp 97,56 miliar dan Rp 135,61 miliar.
Pendapatan operasional P2P lending meningkat sebesar 4,4% year-on-year (yoy) menjadi Rp 3,04 triliun. Namun, beban operasional juga meningkat 9,6% yoy menjadi Rp 2,79 triliun, yang menyebabkan laba operasional turun 31,8% yoy menjadi Rp 251,57 miliar. Meskipun P2P lending mencatat laba sebelum pajak pada Maret 2024, setelah dikurangi pajak sebesar Rp 57,27 miliar, industri ini tetap mengalami kerugian pada akhir kuartal pertama 2024.
Kerugian ini berdampak pada rasio profitabilitas, dengan tingkat pengembalian aset (ROA) sebesar -0,38% dan tingkat pengembalian ekuitas (ROE) sebesar -0,72%. Outstanding pinjaman P2P lending per Maret 2024 mencapai Rp 62,16 triliun, naik 21,8% yoy, dengan tingkat wanprestasi (TWP) 90 sebesar 2,94% pada periode yang sama.
OJK juga mencatat tingginya minat masyarakat untuk menjadi lender di industri P2P lending. “Jumlah rekening pemberi dana aktif per Maret 2024 tercatat sebanyak 273.330, meningkat 91,52% yoy,” kata Kepala Eksekutif Pengawasan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, LKM, dan LJK Lainnya, Agusman, pada Rabu (22/5). Dari jumlah tersebut, perorangan mendominasi dengan 259.064 rekening, atau 94,78% dari total seluruh rekening pemberi dana.