BeritaPerbankan – Sebulan ke belakang harga batu bara mengalami tren kenaikan yang signifikan. Secara year-to-date harga batu bara melesat sebanyak 126,9%. Selama sebulan terakhir kenaikan harga batu bara tercatat 26, 12%.
Namun sayangnya pada kamis (7/10) harga batu bara terjun bebas sebanyak 16% dari US$ 280/ton menjadi US$ 236/ton. Meski secara year to date batubara masih mencatat kenaikan 188%.
Jika kita melihat ke belakang, batu bara menjadi incaran banyak negara setelah harga gas alam mengalami lonjakan gila-gilaan di Eropa dan Asia.
Imbasnya negara-negara yang selama ini mengandalkan gas alam sebagai pembangkit listrik karena alasan ramah lingkungan, harus kembali menggunakan sumber energi primer alternatif, salah satunya batu bara.
Sebagai perbandingan per tanggal 5 Oktober, biaya pembangkitan listrik dengan gas alam memakan biaya sebesar EUR 89,4/MWh, sedangkan bila menggunakan batu bara hanya memerlukan biaya EUR 58,06/MWh.
Negara-negara di Eropa, China dan Jepang baru saja bangun dari keterpurukan ekonomi akibat pandemi, permintaan listrik mulai melonjak seiring datangnya musim dingin.
Permintaan tersebut sulit dipenuhi karena harga gas alam yang mahal sehingga perusahaan pembangkit listrik tidak sanggup memproduksi listrik lebih banyak.
Beralihnya penggunaan gas alam ke batu bara membawa kabar gembira bagi negara-negara produsen batu bara termasuk Indonesia. Harga batu bara naik nyaris dua kali lipat dibandingkan tahun lalu.
Meski hari ini kejayaan batu bara tergoyahkan dengan penurunan harga 16 % ke level US$ 236/ton, sejumlah analis memprediksi harga batu bara berpotensi naik kembali.
Sejauh ini rekor tertinggi harga batu bara adalah US$ 280/ton. Kajian ELS Analysis menunjukan adanya potensi peningkatan permintaan batu bara.
Lembaga penelitian yang berbasis di Swedia itu menyebut harga gas alam Eropa masih belum mau turun, sementara di belahan bumi utara akan mulai memasuki musim dingin.
Orang-orang di bumi bagian utara membutuhkan penghangat ruangan yang hanya bisa beroperasi dengan aliran listrik. Maka jumlah permintaan listrik akan melonjak drastis.
Pengamat memprediksi harga batu bara akan terkoreksi, sementara rekor harga tertinggi US$ 280/ton akan menjadi level resistance. Harga batu bara kemungkinan akan sulit melampaui level resistance tersebut.
Meski demikian bukan mustahil harga batu bara dapat kembali level harga tertinggi atau bahkan mencapai US$ 300/ton. Kemungkinan itu bisa terjadi jika harga gas alam tidak kunjung stabil, faktor pasokan dan stok juga memegang peranan penting.
Eropa, China dan India saat ini mulai kehabisan stok batu bara, sementara produksi batu bara dalam negeri terbatas. Apabila stok batubara secara global tidak bertambah maka potensi penguatan harga batu bara sangat mungkin terjadi.
Toby Hassall, Analis Refinitiv mengatakan harga batu bara berpotensi tertahan di bawah US$ 280/ton karena tingginya permintaan batu bara mendorong produsen menjual banyak batu bara ke pasar global, sehingga negara-negara produsen batu bara akan melempar banyak stok ke pasaran yang membuat harga batu bara tertahan dalam jangka menengah.