BeritaPerbankan – Harga batu bara kontrak Oktober di pasar ICE Newcastle menunjukkan tren kenaikan hingga berakhir di US$ 439,2/ton pada Rabu (14/9) dan menjadi kenaikan beruntun selama tiga hari pada pekan ini. Sayangnya, harga batu bara kembali berbalik arah dan terkoreksi hingga ditutup di US$ 428 per ton atau ambles 2,28% pada Jumat (16/9). Harga batu bara global melemah 0,6% secara point-to-point (ptp), setelah berhasil menguat selama tiga hari beruntun. Apa pemicunya?
Terkoreksinya harga batu bara global disebabkan sejumlah faktor mulai dari menurunnya harga gas, kebijakan pengetatan harga di China, serta keputusan pemerintah Indonesia untuk melarang pembangunan pembangkit listrik batu bara.
Harga gas alam EU Dutch TTF (EUR) pada Jumat (16/9) kembali anjlok 12,36% ke 187,78 euro per megawatt-jam (MWH). Penurunan harga gas tentunya akan berimbas pada laju harga batu bara karena bau bara merupakan sumber energi alternatif.
Pergerakan harga gas masih sangat volatile dalam beberapa hari terakhir karena belum adanya kesepakatan di antara negara Uni Eropa mengenai upaya menekan harga gas. Sejumlah proposal memang sudah diajukan tetapi kesepakatan belum diambil, terutama terkait pembatasan harga gas Rusia serta pembatasan konsumsi.
Komisi Reformasi dan Pengembangan Nasional China (NDRC) kembali menegaskan agar perusahaan tambang dan trader mematuhi peraturan kontrak harga jangka menengah dan panjang. Mereka mengingatkan kepatuhan kontrak harus terjaga untuk memastikan harga tidak bergerak liar.Peringatan keras NDRC kembali digaungkan menjelang persiapan China memasuki musim dingin.
Melemahnya harga batu bara juga disebabkan sentiment yang datang dari Indonesia setelah Presiden Joko Widodo resmi melarang pembangunan pembangkit batu bara yang baru. Larangan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
“Pengembangan PLTU baru dilarang kecuali untuk: b. PLTU yang telah ditetapkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini; atau b. PLTU yang memenuhi persyaratan,” terang ayat 4 Pasal 3 Perpres 112/2022 tersebut.
Pembatasan pembangkit listrik batu bara akan mengurangi permintaan pasir hitam di pasar domestik sehingga pasokan ekspor batu bara dari Indonesia diperkirakan akan bertambah. Indonesia adalah eksportir terbesar untuk batu bara thermal di dunia. Ekspor batu bara dari Indonesia menembus 318,75 juta ton pada 2021, atau 52% dari total produksi.
Meski begitu, lembaga Fitch Ratings memprediksikan harga batu bara akan tetap tinggi dan merevisi ke atas forecast harga batu bara thermal untuk tahun ini dan 2023. Sementara, harga batu bara kokas diperkirakan melandai tahun ini dan tahun 2023.