BeritaPerbankan – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap saat ini dunia dihadapi krisis energi. Kondisi ini diyakini akan memperburuk upaya pemulihan ekonomi. Krisis energi tersebut akan memberi dampak ke krisis pangan dan juga pupuk.
Diperkirakan lonjakan harga pangan sampai akhir tahun masih berlanjut jelang tahun 2023. Per Maret tahun ini kenaikan harga pangan telah mencapai 13 persen, maka sampai akhir tahun kenaikan ini bisa mencapai 20 persen. Hal itu diucapkannya dalam Seminar Internasional: Global Collaboration for Tackling Food Insecurity, Nusa Dua, Bali, Jumat (15/7).
Ancaman krisis pangan ini tidak terlepas dari dampak pandemi Covid-19 yang terjadi pada tahun 2020. Termasuk perang di Ukraina yang mengakibatkan pembatasan ekspor. Selain itu, ketidaksesuaian permintaan pasokan dan gangguan pasokan yang mendorong harga pangan naik ke level tertingginya. Dia pun memperkirakan tantangan terhadap ekonomi global kemungkinan akan terus berlanjut.
Selain itu, krisis pupuk yang membayangi juga berpotensi memperparah krisis pangan. Tak hanya tahun ini bahkan hingga tahun 2023 dan seterusnya.
Sehingga dia menilai ancaman krisis pangan ini harus segera diatasi. Pengerahan semua mekanisme pembiayaan yang tersedia perlu segera dilakukan untuk menyelamatkan nyawa dan memperkuat stabilitas keuangan, termasuk sebagai respons dari sisi sosial.
“Hal ini sangat mendesak bagi banyak negara berpenghasilan rendah dan negara berkembang,” kata dia. Dia mengakui, pembahasan tentang ketahanan pangan dan krisis pangan bukanlah hal baru. Namun dalam kondisi ini, Indonesia menilai masalah krisis pangan masih sangat penting untuk dibahas dalam Presidensi G20.
Dimana, menurut data yang dimilikinya, harga minyak dunia mengalami kenaikan 350 persen dalam dua tahun. Ini berdampak pada kenaikan harga energi di seluruh negara di dunia. Padahal, di awal pandemi, ia melihat harga minyak mentah dunia sempat mendekati nol bahkan minus.
Dengan adanya kenaikan komoditas energi ini, Menkeu Sri Mulyani menyebut ini berdampak pada kondisi sosial politik di beberapa negara. Sehingga, secara global, ini akan mengancam upaya pemulihan ekonomi.
“Dan kami melihat ini memiliki implikasi politik dan sosial yang besar di Sri Lanka, Ghana, Peru, Ekuador, dan di tempat lain. Kelangkaan ini karena harga gas yang tinggi benar-benar menjadi masalah, yang mengancam pemulihan kita. Dunia berada di tengah krisis energi global,” kata dia.
Menurut World Food Programme, jumlah orang yang menghadapi kerawanan pangan akut meningkat lebih dari dua kali lipat sejak 2019 sebelum pandemi dari 135 juta menjadi 276 juta.
“Ada urgensi dimana krisis pangan harus ditangani. Pengerahan semua mekanisme pembiayaan yang tersedia segera diperlukan untuk menyelamatkan nyawa dan memperkuat stabilitas keuangan dan sosial,” kata dia.
Kemudian, Menkeu Sri Mulyani mengatakan kebijakan ekonomi makro yang baik juga menjadi penting secara fundamental yang telah membantu banyak negara melewati krisis. Guna merespons kenaikan harga pangan dan energi dunia.