BeritaPerbankan – Menteri Investasi dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) usai konfrensi pers mengenai investasi pada Senin (24/10/2022) mengatakan, di tahun 2017 – 2018, nilai ekspor nikel hanya mencapai US 3,3 miliar. Hal itu karena Indonesia hanya melakukan ekspor bijih nikel tanpa dilakukan hilirisasi. Setelah menyetop ekspor nikel, nilai tambahan sampai dengan 2021 sudah mencapai US$ 20,9 miliar.
Pemerintah dipastikan mendapat keuntungan yang besar dari ekspor nikel yang sudah dilakukan hilirisasi. Nilai ekspor tersebut sampai pada tahun 2021 mencapai US$ 20,9 miliar atau sekitar Rp 326 triliun (kurs rupiah Rp 15.600/US$).
Untuk mengulang kesuksesan dari hilirisasi nikel itu, pemerintah juga bertekad akan melakukan hilirisasi di sektor timah. Di mana, ke depan ekspor timah akan dilarang.
Menteri Bahlil menyebutkan, hilirisasi terhadap nilai timah akan memberikan nilai positif bagi pembangunan nasional. Apalagi, Indonesia merupakan penghasil timah terbesar nomor ke-2 dunia setelah China.
“Sekarang hilirisasi timah baru 5%. Sudah begitu harganya dikendalikan oleh negara yang bukan penghasil timah. Kita menyetop ekspor timah untuk memberikan nilai tambah,” ungkap Bahlil.
Namun Bahlil belum bisa menyebutkan kapan ekspor timah akan dilarang. Namun yang jelas, hilirisasi timah berbeda dengan nikel di mana, investasi dalam hilirisasi paling besar dalam hilirisasi timah membutuhkan Rp 1 triliunan.