BeritaPerbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencetak sejarah baru dalam penanganan bank bermasalah di Indonesia. Belum lama ini, LPS berhasil menyehatkan kembali Bank Perekonomian Rakyat Indramayu Jabar (BIMJ), yang sebelumnya masuk dalam kategori Bank Dalam Resolusi (BDR), menjadi bank normal.
Direktur Eksekutif Klaim dan Resolusi Bank LPS, Suwandi, mengungkapkan bahwa ini merupakan kali pertama LPS melakukan penanganan BDR dengan cara menyehatkan bank tersebut melalui kewenangan baru berdasarkan amanat Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
Undang-Undang P2SK yang disahkan pada 2023 memberikan LPS kewenangan lebih luas dalam menangani bank bermasalah, termasuk langkah-langkah untuk menyehatkan bank dalam kategori BDR. Implementasi UU P2SK bertujuan untuk memperkuat sektor keuangan nasional dan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi para nasabah.
“Inovasi ini menghadirkan pendekatan baru yang lebih efektif dalam penanganan bank, memungkinkan LPS untuk melibatkan calon investor atau pihak lain dalam upaya penyelamatan sebelum memutuskan langkah resolusi seperti purchase and assumption, bridge bank, penyertaan modal sementara, atau likuidasi,” jelas Suwandi.
Suwandi menyatakan bahwa keberhasilan ini merupakan hasil dari kolaborasi yang baik antara berbagai pihak, termasuk regulator, manajemen bank, investor dan tim internal LPS.
“Ini adalah momen bersejarah bagi kami di LPS dan juga bagi sektor perbankan Indonesia. Kami berhasil menyehatkan BIMJ melalui proses yang transparan dan akuntabel, sesuai dengan mandat baru yang diberikan oleh UU P2SK,” ujarnya.
Menurut UU PPSK, LPS memiliki wewenang untuk menangani bank berstatus BDR, dengan mencari bank yang bersedia mengambil alih seluruh atau sebagian aset dan kewajiban bank, serta mencari calon investor lain, yang mana kewenangan ini sebelumnya tidak dimiliki LPS.
Suwandi menyebutkan bahwa dalam proses penyehatan BIMJ, LPS bekerja sama dengan Bank BJB, salah satu kreditur BIMJ, untuk menjadi investor. Proses penyehatan BIMJ melibatkan konversi pinjaman BIMJ ke Bank BJB menjadi modal inti tambahan sebesar Rp 25 miliar dari total pinjaman sebesar Rp 39 miliar. Dengan metode ini, LPS berhasil menghemat Rp 127 miliar karena tidak perlu membayar klaim penjaminan jika bank dilikuidasi.
Berdasarkan data per 30 April 2024, BIMJ memiliki total aset sebesar Rp 160,89 miliar, total kewajiban Rp 158,42 miliar, simpanan sebesar Rp 114,20 miliar, dan total ekuitas sebesar Rp 2,47 miliar.
Suwandi menjelaskan bahwa sesuai dengan mandat UU P2SK, LPS kini memiliki kemampuan untuk menangani bank sebelum kondisinya memburuk. Undang-undang ini meningkatkan peran LPS sebagai otoritas resolusi bank, tidak hanya sebagai paybox dan loss minimizer, tetapi juga sebagai risk minimizer dengan kewenangan tambahan dalam fungsi surveilans dan keterlibatan awal (early involvement).
LPS bekerja secara intensif untuk memastikan bahwa semua prosedur dilakukan dengan tepat dan efisien, mulai dari penilaian kondisi keuangan bank, restrukturisasi manajemen, hingga penerapan langkah-langkah operasional yang diperlukan untuk mengembalikan kesehatan keuangan bank.
Keberhasilan LPS dalam menyehatkan BIMJ memberikan dampak positif yang signifikan bagi para nasabah. Mereka kini dapat kembali menaruh kepercayaan pada bank tersebut, dan aktivitas perbankan dapat berjalan normal.
Lebih jauh, pencapaian ini juga diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem perbankan nasional. Dengan kemampuan LPS menangani bank bermasalah dan adanya program penjaminan simpanan, masyarakat dapat merasa lebih aman dalam menyimpan dananya di bank.