BeritaPerbankan – Kesadaran masyarakat tentang pengelolaan keuangan perlahan mulai menunjukan tren positif. Literasi keuangan kini tidak melulu bicara tentang tabungan dan deposito. Kekinian masyarakat sudah mulai akrab dengan istilah investasi dan saham.
Pandemi covid-19 membawa hikmah tersendiri terkait peningkatan literasi keuangan di masyarakat. Dua tahun pandemi berlangsung, masyarakat belajar bahwa pengelolaan keuangan yang bijak harus dilakukan untuk mengantisipasi jika terjadi peristiwa yang bakal mengancam keuangan kita di masa depan.
Tak cukup hanya dengan menabung, kekinian masyarakat sudah mulai menjajaki dunia investasi. Mulai dari investasi emas, obligasi, deposito, tabungan berjangka hingga pembelian surat berharga negara (SBN) atau surat utang.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) ada perpindahan dana simpanan masyarakat di perbankan ke rekening pemerintah selama pandemi dalam bentuk pembelian surat utang atau SBN.
Peneliti Indef Izzudin Farras tidak menyebutkan nominal uang nasabah yang berpindah ke rekening pemerintah. Namun merujuk pada data Kementerian Keuangan, penerbitan SBN berdenominasi rupiah mencapai Rp4.606,79 triliun.
SBN yang diterbitkan terdiri dari surat utang negara (SUN) sebanyak Rp3.741,31 triliun dan surat berharga syariah negara (SBSN) sebesar Rp865,48 triliun.
Uang yang berhasil dihimpun pemerintah berasal dari dana nasabah per orangan atau investor ritel dan korporasi. Izzudin mengatakan fenomena ramai-ramai masyarakat membeli SBN mengindikasikan dana yang dimiliki masyarakat masih cukup banyak.
Namun hal itu berimbas pada rendahnya permintaan kredit karena dana simpanan masyarakat masih relatif banyak sehingga mereka memilih memutarkan uang dengan berinvestasi pada surat utang negara.
SBN banyak dipilih masyarakat untuk berinvestasi karena produk invetsasi tersebut diterbitkan dan dijamin oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Di masa pandemi banyak bermunculan investor-investor ritel yang baru mencoba mengalokasikan dana mereka ke instrumen investasi.
Kecenderungan investor pemula akan memilih instrumen investasi dengan risiko rendah dan jaminan keamanan dana investasi yang jelas.
Tak heran jika surat utang baik itu SUN maupun SBSN menjadi pilihan banyak investor ritel. Dana dari investor akan digunakan oleh pemerintah untuk menambah biaya pembangunan negara.
Sederhananya investor yang membeli SBN telah meminjamkan uang kepada pemerintah dalam kurun waktu tertentu. Kemudian di akhir tempo pinjaman pemerintah akan mengembalikan uang pinjaman dari masyarakat secara utuh dan memberikan imbal hasil berupa bunga yang akan ditransfer ke rekening investor.
Jadi selain berinvestasi, membeli surat berharga negara juga membantu pemerintah mengumpulkan modal untuk pembangunan yang akan turut dirasakan oleh masayarakat luas.
Kita bisa berkaca kepada pemerintah Jepang yang sukses menghimpun dana investasi dari rakyatnya sendiri. Jepang tercatat memiliki rasio utang terhadap produk domestik bruto (debt to GDP ratio) sebesar 236 persen. Namun menariknya utang sebesar itu mayoritas diperoleh dari rakyat Jepang sendiri.
Dengan kata lain 90 persen utang negara Jepang dikuasai oleh rakyat. Hal itu membuat Jepang tidak terlalu bergantung kepada utang luar negeri yang dapat berdampak dahsyat apabila perekonomian global terjadi guncangan hebat.
Dominasi rakyat yang menguasai utang negara Jepang tidak lepas dari literasi keuangan masyarakat yang cukup baik dan harga surat utang di Jepang yang dibanderol dengan harga terjangkau oleh masayarakat.