BeritaPerbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat adanya penurunan tren menabung di kalangan masyarakat berdasarkan hasil Survei Konsumen Perekonomian (SKP) yang dilakukan pada November 2024. Penurunan ini tercermin dari Indeks Menabung Konsumen (IMK) yang turun 0,06 poin menjadi 77,0 dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Menurut LPS, penurunan IMK ini tidak sepenuhnya menggambarkan bahwa masyarakat mulai menggunakan tabungan mereka. Direktur Group Riset LPS, Seto Wardono, menjelaskan bahwa tren menabung terkait erat dengan interaksi antara pendapatan konsumen dan pengeluaran mereka, baik untuk konsumsi, membayar cicilan, maupun berinvestasi.
“Penurunan ini tidak bisa diartikan sebagai penggunaan tabungan. Ada banyak faktor yang mempengaruhi, seperti belanja untuk konsumsi, cicilan, atau investasi,” jelas Seto dalam sebuah pernyataan resmi, Kamis (17/12/2024).
Survei yang melibatkan lebih dari 1.700 responden di berbagai wilayah Indonesia tersebut juga menunjukkan adanya penurunan pada Indeks Waktu Menabung (IWM), yang turun 1,9 poin menjadi 81,5. Namun, meskipun indeks menurun, mayoritas responden tetap menganggap bahwa saat ini dan tiga bulan ke depan masih merupakan waktu yang tepat untuk menabung.
Di sisi lain, Indeks Intensitas Menabung (IIM) justru menunjukkan peningkatan sebesar 0,6 poin menjadi 72,4. Hal ini menunjukkan bahwa lebih banyak masyarakat yang menyatakan sering menabung, meskipun nominal uang yang ditabung mungkin lebih kecil dari yang direncanakan sebelumnya.
Selain IMK dan IWM, survei LPS juga menghasilkan output lain, yaitu Indeks Keputusan dan Kemampuan Menabung Konsumen (IKK). IKK berfungsi untuk mengukur tingkat optimisme atau pesimisme konsumen rumah tangga terhadap kondisi ekonomi saat ini dan prospek ekonomi di masa depan. Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, menjelaskan bahwa survei ini bertujuan untuk menangkap persepsi konsumen secara nyata dari berbagai lapisan masyarakat dan wilayah.
“Melalui survei ini, LPS mendapatkan gambaran yang lebih luas mengenai persepsi dan perilaku konsumen terkait kegiatan menabung serta pandangan mereka terhadap kondisi ekonomi saat ini,” kata Purbaya.
Menurutnya, IMK berfungsi sebagai cerminan kemampuan serta kesehatan ekonomi rumah tangga, terutama terkait kecenderungan konsumen dalam mengalokasikan pendapatannya untuk ditabung. Purbaya juga menekankan pentingnya IMK dalam memahami daya tahan ekonomi rumah tangga terhadap dinamika ekonomi saat ini.
“IMK memberi kita pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana ekonomi rumah tangga bertahan dalam kondisi ekonomi yang fluktuatif, serta prediksi mengenai dinamika simpanan di perbankan ke depan,” ujarnya.
Selain menabung, survei ini juga menggali informasi tentang persepsi konsumen terkait konsumsi dan investasi. Keputusan konsumen untuk menabung atau membelanjakan uang mereka sangat dipengaruhi oleh persepsi terhadap stabilitas pekerjaan dan pendapatan di masa depan. Semakin optimis konsumen terhadap kondisi ekonominya, semakin besar kemungkinan mereka untuk meningkatkan konsumsi, terutama dalam hal pembelian barang-barang tahan lama.
“Persepsi yang lebih positif tentang masa depan ekonomi rumah tangga dapat meningkatkan konsumsi, yang pada gilirannya memberi dampak positif pada pertumbuhan ekonomi nasional,” tambah Purbaya.
Dengan konsumsi masyarakat yang menjadi kontributor terbesar terhadap perekonomian Indonesia, pemahaman terhadap dinamika persepsi konsumen ini menjadi kunci penting bagi kebijakan ekonomi ke depan. LPS melalui hasil survei ini tidak hanya berupaya memahami tren menabung di masyarakat, tetapi juga memberikan wawasan yang lebih dalam tentang kondisi ekonomi rumah tangga.
Dengan meningkatnya intensitas menabung, meskipun dengan nominal yang lebih kecil, dan optimisme yang stabil di kalangan konsumen, LPS berharap dapat terus mendukung kestabilan ekonomi melalui program penjaminan simpanan serta kebijakan yang tepat untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan di Indonesia.