BeritaPerbankan – Guna menurunkan tingkat emisi gas rumah kaca, beberapa negara di dunia mempunyai komitmen untuk mengurangi konsumsi batu bara untuk jangka panjang, termasuk Indonesia.Sejalan dengan itu, pemerintah telah mendeklarasikan untuk mencapai netral karbon pada 2060 mendatang atau lebih cepat. Salah satunya yakni dengan melakukan pensiun dini sejumlah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara.
Ketua Indonesian Mining and Energy Forum (IMEF), Singgih Widagdo menilai bahwa jika berbicara mengenai energi baru dan terbarukan (EBT), maka bukan sebatas pemanfaatan EBT dari sisi energi saja. Namun juga komitmen internasional dalam upaya mengurangi penggunaan energi fosil.
“Kalau kita bicara batu bara, tentu poin penting adalah bagaimana antisipasi kita sebagai eksportir batu bara terbesar dunia. Sehingga jelas, arah negara importir dalam menyikapi komitmen negara importir atas EBT atau emisi, demikian juga tentu di dalam negeri, bagaimana EBT dapat diperbesar sekaligus bagaimana komitmen untuk melakukan phase down PLTU batu bara,” ujarnya kepada CNBC Indonesia belum lama ini.
Dengan adanya tekanan global mengenai penggunaan batu bara, bagaimana dampaknya bagi negara eksportir seperti Indonesia ke depan? Kemudian seberapa besar penurunan serapan batu bara di dalam negeri akibat langkah phase down yang akan dilakukan PLN?
Menurut Singgih importir terbesar batu bara (54%) saat ini adalah China dan India. Komitmen China jelas akan memperbesar kebutuhan batu bara sampai 4,3 miliar ton di 2025/2026, demikian juga dengan India hingga 1,08 miliar ton.
“Kedua negara ini pun memiliki cadangan yang jauh lebih besar dari Indonesia dan komitmen untuk meningkatkan produksi batu bara sangat kuat sekaligus komitmen terhadap zero carbon sangat kuat,” ujarnya.
Sementara, jika melihat rencana phase down Indonesia yang akan dimulai pada 2030 dan berakhir di 2055, untuk menuju Zero Carbon di 2060, hal tersebut tentu akan memberikan dampak sekitar penurunan serapan batu bara di dalam negeri sebesar 190 juta ton sampai 2055.
Singgih menyebut penyerapan batu bara melalui Peningkatan Nilai Tambah (PNT) tidak akan menggantikan hilangnya potensi ekspor dan juga penurunan akibat phase-down PLTU batu bara PLN. Adapun dari rencana kewajiban dalam Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), di tahun 2030 baru akan menyerap sekitar 36 juta ton untuk proyek Dimethyl Ether atau DME dan lainnya.
Oleh sebab itu, dengan kondisi yang akan dihadapi ke depan maka Singgih berpandangan bahwa pemerintah harus melakukan berbagai langkah strategi ke depan. Di antaranya yakni:
- Pertama, Kementerian ESDM segera memetakan penurunan penggunaan batu bara yang terjadi oleh China dan India ke depan, minimal sampai 2025/2026.
- Kedua, Segera memetakan total produksi nasional batu bara sampai 2025/2026, bahkan jika perlu Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) perusahaan tambang yang saat ini dalam 1 tahunan, diupayakan dalam 5 tahun.
- Ketiga, Tata kelola tambang batu bara harus diperbaiki terus, sekaligus besarnya di setiap zonasi tambang atas potensi ekspor dan domestik lebih diperjelas. Dengan demikian dapat menjadi pijakan Kementerian ESDM dalam membuat besarnya rencana produksi dan RKAB untuk 5 tahun ke depan.