BeritaPerbankan – Indonesia tengah menjadi perbincangan karena harus menghadapi gugatan dari organisasi perdagangan dunia atau World Trade Organizations (WTO) yang dilayangkan oleh Uni Eropa terkait kebijakan penghentian ekspor nikel.
Presiden Joko Widodo dalam keterangannya mengaku siap menghadapi gugatan Uni Eropa. Pemerintah Indonesia kekinian terus berupaya meningkatkan hilirisasi komoditas tambang, salah satunya nikel, agar memiliki nilai jual yang tinggi saat dieskpor.
Dalam arahannya, Presiden Jokowi meminta ekspor bahan baku komoditas mineral, tambang dan batu bara dihentikan karena tidak memiliki nilai tambah. Oleh sebab itu Jokowi ingin seluruh sumber daya alam Indonesia harus memiliki industri sendiri di dalam negeri.
Selama ini Indonesia dikenal sebagai negara eksportir nikel terbesar kedua di dunia. Negara-negara di Eropa sangat bergantung dengan pasokan biji nikel RI untuk keberlangsungan kegiatan industri khususnya industri mobil listrik yang terus gencar diproduksi di Eropa.
Tidak heran jika kebijakan pemerintah menghentikan ekspor bahan mentah komoditas minerba menuai kecaman dan protes dari Uni Eropa.
Negara-negara Eropa berdalih kebijakan minerba Indonesia tidak adil karena berimbas pada industri baja Eropa yang menopang industri otomotif Eropa.
Presiden Jokowi melalui Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengatakan siap mengadapi gugatan Uni Eropa.
Pemerintah menurunkan lawyer terbaik berkelas internasional yaitu Lawfirm Baker McKenzie di Jenewa dan Joseph Wira Koesnaidi (JWK) di Jakarta, untuk mewakili RI dalam sidang DSB WTO.
Presiden Jokowi heran dengan sikap Uni Eropa yang ikut campur soal kebijakan minerba dalam negeri tanah air. Padahal nikel milik Indonesia, mau dibuat apapun adalah hak Indonesia.
“Kan nikel, nikel kita, barang, barang kita, mau kita jadikan pabrik di sini, mau kita jadikan barang di sini, hak kita dong,” kata Jokowi dalam konferensi pers, dikutip dari YouTube Setpres, Rabu (13/10/2021).
Menteri ESDM Arifin Tasrif menjelaskan kronologi gugatan Uni Eropa terhadap Indonesia kepada WTO. Pada tanggal 1 Januari 2020 Pemerintah Indonesia resmi memberlakukan larangan ekspor biji nikel dan nikel mentah.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM nomor 11 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pada akhir tahun 2020 Komisioner Perdagangan UE Cecilia Malmstrom memberikan pernyataan bahwa langkah Indonesia menghentikan ekspor biji nikel membuat industri baja di Eropa dalam posisi bahaya.
Pasalnya Indonesia merupakan eksportir nikel terbesar kedua di dunia yang menguasai 27% pasar ekspor nikel dunia. Dan industri baja di Eropa sangat bergantung dengan pasokan nikel dari Indonesia.
Pada tanggal 22 November 2019 Uni Eropa meminta Dispute Settlement Body (DSB) WTO untuk mengadakan agenda konsultasi dengan pemerintah Indonesia.
Pada 30-31 Januari 2021 Indonesia mengadakan pertemuan dengan Uni Eropa membahas tentang kebijakan minerba RI. Uni Eropa kemudian meminta pembentukan panel dengan hanya mencakup 2 isu dari semula 5 isu, yaitu pelarangan ekspor nikel dan persyaratan pemrosesan dalam negeri (hilirisasi) karena dikatakan melanggar Pasal XI (1) dari GATT 1994.
Untuk menghadapi gugatan Uni Eropa tersebut, Kementerian ESDM telah menyiapkan data/informasi yang relevan dan analisa dari seluruh aturan yang terkait untuk mendukung proses penyelesaian sengketa di DSB WTO
Di masa mendatang nikel memang menjadi komoditas tambang yang sangat berharga. Nikel menjadi komponen utama dalam produksi baterai mobil listrik.
Seiring pesatnya industri mobil listrik yang didorong oleh kampanye lingkungan hidup dnegan mengurangi gas emisi karbon, nikel akan menjadi barang tambang yang paling banyak diburu negara produsen mobil listrik.
Kandungan nikel dalam baterai mobil lsitrik membuat penyimpanan daya listrik yang lebih baik. Sehingga mobil listrik akan dapat menempuh jarak lebih jauh karena kepadatan baterai yang lebih baik, baterai mobil menjadi relatif lebih awet.
Melihat potensi nikel yang begitu besar, Indonesia tidak mau hanya memberikan bahan mentah dengan nilai yang rendah. Indonesia mulai menggenjot hilirisasi nikel dnegan mengolah biji nikel dan peleburan (smelter) di dalam negeri.
Indonesia optimis tampil sebagai pemain dalam industri mobil listrik sebagai pemasok baterai mobil listrik dunia dengan mengelola sendiri nikel di dalam negeri.