BeritaPerbankan – UU nomor 40 tahun 2014 mengamanatkan pembentukan Lembaga Penjamin Polis (LPP). Namun hingga kini lembaga penjamin polis asuransi tersebut belum juga didirikan.
Kehadiran LPP begitu dinantikan para pelaku industri asuransi dan masyarakat pemegang polis. Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) berharap lembaga penjamin yang memiliki peran layaknya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di industri perbankan, dapat segera dibentuk.
Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu mengatakan perusahaan asuransi meminta pemerintah dan OJK bergerak lebih lincah untuk segera mendirikan LPP agar industri asuransi mendapatkan kembali kepercayaan masyarakat setelah heboh gagal bayar asuransi oleh salah satu perusahaan asuransi.
Togar menuturkan pembentukan LPP sangat penting untuk pengaturan perusahaan asuransi yang lebih sehat dan seimbang. Selain itu dengan dibentuknya LPP, polis asuransi nasabah menjadi aman dan citra industri asuransi akan lebih positif.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan bahwa pemerintah dan OJK terus berkoordinasi untuk pembentukan LPP.
Suahasil menambahkan LPP tertuang dalam pasal 53 UU Asuransi yaitu perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi syariah wajib menjadi peserta program penjaminan polis. Jika desain LPP sudah terbentuk maka selanjutnya perlu persetujuan dari DPR.
Desakan dari pelaku industri asuransi dan pemegang polis untuk segera meresmikan LPP bukan tanpa alasan. Sebab beberapa waktu terakhir ada beberapa kasus perihal masalah klaim asuransi yang membuat citra perusahaan asuransi buruk di mata publik.
Hingga Juni 2020 sudah ada 2600 pengaduan yang masuk ke OJK dengan 40 persen diantaranya terkait dengan pencairan klaim asuransi.
OJK memahami pentingnya meningkatkan perlindungan polis asuransi masyarakat. Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Tirta Segara mengatakan OJK selaku regulator akan mencari titik keseimbangan industri asuransi.
OJK berkomitmen untuk melindungi kepentingan investor dan konsumen. Tirta mengatakan jika terlalu memberikan kenyamanan kepada konsumen, dapat menciptakan moral hazzard.
Sebaliknya jika industri asuransi mengabaikan perlindungan konsumen maka akan terjadi kehilangan kepercayaan (trust) dari konsumen.
Pemberitaan negatif tentang perusahan asuransi yang gagal bayar menjadi pukulan keras bagi industri asuransi.
Di lapangan OJK juga menemukan masih ada oknum perusahaan asuransi yang belum memenuhi kriteria soal transparansi, kualitas produk asuransi, keamanan dan kerahasiaan data konsumen, dan penanganan aduan.
OJK juga menyoroti adanya pelanggaran iklan asuransi yang tampil sepanjang tahun 2021 sebanyak 46%. Oknum agen asuransi tidak memberikan penjelasan detail dan lengkap tentang produk asuransi yang ditawarkan, serta tidak menjelaskan resiko dari produk asuransi tersebut.
Dalam beberapa kasus oknum perusahaan asuransi menimbulkan miskonsepsi atas klaim kondisi medis nasabah sebelum mengikuti asuransi, sehingga nasabah merasa dipermainkan. Maka penting bagi perusahaan asuransi memberikan penjelasan serinci mungkin agar tidak terjadi kesalahpahaman di kemudian hari.
Tirta menambahkan industri asuransi ditopang oleh kepercayaan konsumen, sehingga perlindungan terhadap konsumen harus dijaga agar ekosistem industri asuransi menjadi sehat.
Seluruh aktifitas industri asuransi diawasi oleh OJK mulai dari peluncuran produk, purna jual dan penanganan pengaduan konsumen.
OJK juga dibantu oleh konsultan, pengadilan dan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) untuk menciptakan iklim bisnis asuransi yang sehat.
Meski demikian OJK mengakui perlu adanya Lembaga Penjamin Polis (LPP) untuk menunjang kinerja industri asuransi di tengah turunya kepercayaan masyarakat akibat adanya perusahaan asuransi yang gagal membayar klaim asuransi nasabah.
Tirta berharap pembentukan LPP dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk menggunakan jasa asuransi. Ia juga menyoroti masih rendahnya tingkat literasi masyarkat tentang asuransi. OJK mencatat hanya 19,4 persen masyarakat yang paham tentang asuransi.
Sementara literasi keuangan dan perbankan relatif jauh lebih baik. Oleh sebab itu OJK mendorong perusahaan asuransi untuk menggelar program literasi asuransi bagi masyarakat minimal sekali dalam setahun.
Pengamat asuransi dan Mantan Komisaris Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 Irvan Rahardjo menjelasakan pembentukan LPP meurpakan amanat Undang-Undang (UU) 40/2014 tentang Perasuransian
LPP yang akan segera dibentuk nantinya memiliki fungsi mirip dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang menjamin dana simpanan nasabah di perbankan.
Lembaga Penjamin Polis bertugas menjamin polis-polis nasabah jika perusahaan asuransi mengalami kendala pencairan klaim asuransi, sehingga dana nasabah asuransi tetap aman dan nasabah juga lebih tenang saat membeli produk asuransi.
Irvan menambahkan tidak semua perusahaan asuransi bisa mendapatkan penjaminan dari LPP. Ada kriteria dan persayaratan yang harus dipenuhi perusahaan asuransi yang bermasalah.
LPP akan melakukan asesmen terhadap perusahaan-perusahaan asuransi. Perusahaan dengan kinerja dan tata kelola yang baik bisa membayar premi lebih rendah dibandingkan perusahaan asuransi dengan tata kelola yang buruk.
Sebelum LPP memberikan jaminan polis, perusahaan asuransi yang bermasalah harus lebih dulu menempuh upaya penyehatan keuangan misalnya dengan penunjukan pengelola statuter.
Prosedur tersebut juga sama seperti yang dilakukan LPS kepada perbankan yang bermasalah. Irvan menegaskan kehadiran LPP sangat dibutuhkan untuk meminimalisir masalah asuransi seperti yang sekarang terjadi.
Meski demikian Irvan mengatakan bahwa LPP tidak bisa menyelesaikan semua masalah industri asuransi. Regulasi dan pengawasan ketat terhadap pelaku industri asuransi perlu dilakukan, bersinergi dengan tugas dan fungsi LPP yang menjamin polis nasabah.