BeritaPerbankan – PT Kustodian Sentral Efek Indonesia merilis data statistik pasar modal Indonesia Juni 2021. Dalam laporannya, KSEI mencatat peningkatan jumlah investor sebesar 44,2% dari data tahun 2020 yang berjumlah 3,88 juta investor.
Dari total jumlah investor tahun 2021 sebanyak 5,6 juta orang, 58,39% diantaranya merupakan generasi Milenial dan Gen-Z yang berusia di bawah 30 tahun.
Komposisi yang tak jauh berbeda juga dicatat oleh PT Mandiri Sekuritas (Mandiri Sekuritas) dimana jumlah investor milenial mendominasi 71% dari total jumlah investor Mandiri Sekuritas. Jumlah investor milenial naik 73% dari data tahun 2020 lalu.
Fenomena kalangan muda melirik investasi saham tidak lepas dari efek pandemi, dimana sebagian masyarakat termasuk kalangan milenial lebih banyak bekerja dari rumah, sebagian dari mereka juga ada yang beralih profesi dari pekerja/karyawan menjadi pengusaha, pekerja industri kreatif berbasis teknologi misalnya menjadi konten kreator.
Semenjak WFH masyarakat, terutama kaum milenial semakin sering mengakses media sosial sehingga arus informasi tentang investasi saham dengan mudah sampai kepada generasi milenial.
Aksi ‘investasi saham masal’ juga tidak dapat dilepaskan dari kemunculan para ‘influencer’ dari kalangan publik figur hingga selebritis yang ikut menjajal investasi pasar modal.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen menjelaskan fenomena meningkatnya jumlah investor saham di kalangan anak muda disebabkan karena kesadaran akan pentingnya investasi untuk masa depan, sementara sebagian lainnya hanya ikut-ikutan tren.
OJK Imbau Investor Waspada Saham Pompom
Hoesen mengingatkan soal saham pompom, yaitu saham yang dipompa (pump) agar nilainya melejit dengan melibatkan individu atau kelompok yang memiliki pengaruh besar di masyarakat.
Para investor harus jeli dan tidak termakan konten dari para influencer yang merekomendasikan saham tertentu tanpa riset mendalam soal emiten yang bersangkutan.
“Jangan tergiur promosi atau endorsement figur publik,” tegas Hoesen.
Hoesen mengatakan saham pompom tersebut menggunakan media sosial dan melibatkan para pesohor untuk mempromosikan saham mereka.
Kenali Saham Pom-Pom dan Resikonya
Saham pompom merupakan kegiatan mempromosikan saham tertentu yang dibumbui dengan hal-hal positif sehingga nampak menggiurkan bagi calon investor. Istilah pompom saham makin populer seiring meningkatnya minat masyarakat berinvestasi di pasar modal sejak tahun 2020.
Istilah pompom sendiri diambil dari kata pump-pump manipulation, sebuah frasa yang kerap muncul dalam kelas etika investasi.
Saham pompom biasanya tidak memiliki hubungan dengan emiten atau perusahaan sekuritas, serta tidak memiliki sertifikasi dalam merekomendasikan saham tertentu.
Saham pompom banyak menyasar kaum milenial yang baru memulai investasi pasar modal. Pergeseran demografi investor ini membuat saham pompom memiliki target market yang lebih spesifik yaitu investor pemula dari kalangan milenial.
Media sosial yang merupakan tempat berkumpulnya anak-anak muda menjadi ‘lapak dagang’ saham pompom dengan melibatkan influencer untuk menarik minat investor.
Yang menjadi masalah adalah apabila saham yang dipromosikan oleh para influencer adalah saham yang tidak memiliki prospek yang baik namun dipoles dengan pandangan subjektif tanpa landasan hasil analisis sehingga potensi resiko menjadi bias.
Investor pemula bisa kena jebakan saham pompom karena belum memiliki pengalaman dalam perencanaan investasi pasar modal. Misalnya investor membeli saham pompom yang sedang viral dibicarakan banyak influencer.
Semakin dibicarakan, maka semakin banyak calon investor yang terpikat dengan saham pompom tersebut. Si pemilik saham membeli saham tersebut dengan harga murah. Untuk menaikan nilai jual sahamnya perlu ada ‘polesan’ agar sahamnya dibicarakan dan harganya naik.
Ketika target berbondong-bodong membeli saham tersebut, harga sudah naik. Pemilik saham untung besar (capital gain). Namun setelah itu potensi harga saham anjlok sangat besar karena pada dasarnya saham tersebut tidak memiliki rekam jejak yang baik, akhirnya investor yang baru saja membeli saham tersebut harus merugi (capital loss).
Di Amerika Serikat saham pompom masuk dalam aktegori manipulasi dan menjadi perhatian khusus Federal Bureau Investigation (FBI).
Sedangkan di Indonesia, berdasarkan Undang-undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, disebutkan adanya larangan promosi emiten ke publik. Hal ini merupakan bagian dari undang-undang untuk melindungi keperluan dan kepentingan investor.